Rabu, 27 Februari 2013

Heli TNI Kembali Ditembak

Jayapura, Sinar Harapan (26-02-2013, Hal. 02)
Heli milik MI TNI AD ditembak di Sinak saat mengantar bahan makanan (Bama) untuk prajurit yang ber­tugas di sana, Senin (25/2). Ke­pala Penerangan Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cenderawasih Letkol Inf Jansen Simanjuntak yang dihubungi SH membenar­kan kejadian ini. Dia menjelas­kan, heli menuju ke Sinak Ka­bupaten Puncak, Papua karena harus membawa logistik. Selain itu, heli juga mem­bawa para personel Brimob dari kepolisian untuk menyelidiki dan melakukan olah TKP ditam­bah personel polisi dari Brimob. Heli dengan tujuan Sentani itu harus singgah di Mulia, Kabu­paten Puncak Jaya, karena ada dua anggota yang harus turun ke Pos Kotis.

Heli ditembak saat sedang terbang. Namun, karena suara bising mesin heli, penumpang yang berada dalam heli tidak mendengar suara tembakan. Dari data yang berhasil dihimpun SH, peristiwa terjadi pada hari Senin, sekitar pukul 13.05 WIT. Heli yang diawaki pilot Kap­ten (Pnb) BL Siagian dan Kopilot Lettu (Pnb) Angga, dengan rute Sentani-Sinak-Mulia berhasil mendarat di Sentani. Heli itu di­tembak dua kali dari arah utara tempat rumah penduduk. Satu tembakan mengenai bagian bawah ekor heli dan tembus sampai ke bagian atas. Kemu­dian heli landing di Mulia untuk mengecek kondisi pesawat dan membawa enam warga. Selatar pukul 14.11 WIT, heli mendarat di Lanud Sentani, membawa 18 warga di antaranya 12 orang dari Distrik Sinak dan enam orang dari Kota Mulia bersama tujuh kru.

Butuh Terobosan
Pemerintah perlu melakukan terobosan baru dalam mengelo­la Papua agar percepatan ekonomi, pendidikan, maupun ke­sejahteraan dapat dilaksanakan dengari kondisi geografis Papua yang relatif sulit. Hal ini dapat mengurangi persoalan keama­nan di Papua. Demikian penje­lasan dari anggota Komisi 1 DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I dengan Panglima TNI dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Senin (25/2). Menurut Nuning, embrio permasalahan di Papua adalah masalah kesejahteraan atau ekonomi. Seharusnya ada tero­bosan baru dalam mengelola Papua, sehingga percepatan ekonomi, pendidikan, maupun kesejahteraan dapat dilaksana­kan dengan kondisi geografis Papua yang relatif sulit.

"Jadi, pendekatan keamanan adalah akibat dari embrionya. Bagaimana kinerja Menkoperekonomian dan Menkokesra?" katanya. Dia menjelaskan, bu­kan hanya urusan kesejahte­raan dan keadilan yang gapnya tinggi antara Papua-Jakarta, melainkan juga persoalan ke­amanan yang masih menjadi kendala tersendiri. Selama ini kebijakan menangani Papua ke­rap ambigu menghadapi OPM.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memaparkan, secara garis besar BIN, TNI, dan Polri telah melakukan koor­dinasi komunikasi di lapangan. Koordinasi itu memerhatikan kompleksitas persoalan tentang Papua, termasuk di dalamnya terdapat aksi kekerasan bersen­jata terhadap aparat dan warga sipil. Panglima memandang perlunya pembenahan bersama jajaran Polhukam menginisia­si gagasan baru dalam rangka mencari solusi komprehensif tentang masalah papua secara damai dan bermartabat dalam bingkai NKRI. Kepala BIN Letnan Jenderal TNT Marciano Norman menilai masalah Papua harus diselesaikan secara komprehensif dan damai. Menurutnya, konteks permasalahan di Papua bukan hanya dalam lingkup kesejah­teraan, melainkan juga adanya kecenderungan kelompok sepa­ratis yang menginginkan Papua merdeka.

BIN merekomendasikan di­bentuknya crisis center di Papua, sehingga komunitas intelijen secara terpadu dapat membe­rikan masukan perkembangan situasi terkini. Perbedaan informasi yang diperoleh me­nurutnya dapat mengakibatkan kesalahan mengambil keputusan. BIN juga tengah menjalin komunikasi dengan pihak Or­ganisasi Papua Merdeka (OPM), dengan maksud mengupaya­kan mereka kembali menjadi bagian dari masyarakat Papua dalam wilayah kesatuan NKRI. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santosa menyampaikan rencana pemanggilan Menkopolhukam mengenai Otsus Papua, dan ma­salah yang terjadi belakangan seperti penembakan prajurit TNI. (M Bachtiar Nur) Sumber : Sinar Harapan