Kamis, 28 Februari 2013

PENEMBAKAN MURNI MENUNTUT HAK POLISI Segera Gelar Dialog Papua-Pemerintah Indonesia

Jayapura, Suara Pembaruan (25-02-2013, Hal 14)
Kepala Staf Umum Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TP-NPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Mayjen Teryanus Satto menegaskan, TPNPB-OPM bukan gerak­an pengacau keamanan. Hal itu diungkapkan dalam siar­an pers yang diterima SP, Minggu (24/2). Dalam rilis ini juga di­sampaikan sembilan pernya­taan sikap. Pertama, Peme­rintah Indonesia jangan memberi stigma kepada TPN-OPM sebagai Gerakan Pengacau Keamanan atau Orang Tak di Kenal. TPN-OPM adalah organisasi yang terstruktur untuk memperjuangkan Hak Kemerdekaan Bangsa Papua Barat atau Self Determination.

Kedua, TPN-OPM se­dang membenahi diri ber­dasarkan resolusi KTT (Konferensi Tingkat Ting­gi) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat pada 1-5 Mei 2012. Ketiga, di Papua tidak ada sipil bersenjata. TPNPB adalah militer yang punya hak untuk memiliki senjata guna membela hak rakyat Papua, sampai memperoleh kemerdekaan penuh. Keempat, penembakan 15 anggota TNI di Puncak Jaya adalah murni oleh TPN-OPM. Dan TPN-OPM pimpinan Panglima Jend. Goliath Tabuni ber­tanggung jawab atas pe­nembakan tersebut.

Kelima, penembakan di Puncak Jaya pada 21 Feb­ruari 2013, bukan terkait pemilihan kepala daerah (pilkada) Papua. "Tetapi, sikap penolakan terhadap program Pemerintah Indo­nesia, salah satunya adalah pilkada di Puncak Jaya dan pada umumnya di seluruh tanah Papua," ujarnya. Keenam, aksi penembakan di Puncak Jaya yang di­lakukan TPN-OPM dibawah pimpinan Jenderal Goliath Tabuni, bukan un­tuk minta bantuan Pemerin­tah Indonesia berupa uang, pembangunan perumahan, dan lan-lain, tetapi murni untuk menuntut hak politik rakyat Papua Barat.

Ketujuh, penembakan di Puncak Jaya pada 21Feb­ruari adalah, merupakan si­kap penolakan tawaran Pe­merintah Indonesia kepada TPN-OPM pimpinan Jenderal Goliath Tabuni. Kedelapan, TPN-OPM tidak meminta apa pun kepa­da Pemerintah Indonesia. TPN-OPM menuntut Hak Politik Kemerdekaan Bang­sa Papua. Kesembilan, TPN-OPM menolak dengan tegas atas pendekatan persuasif yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, melalui Pemerin­tah Provinsi Papua, Pang­dam XVII Cenderawasih, dan Polda Papua, berupa dialog, kecuali "referen­dum" menurut mekanisme hukum internasional.

Dialog
Sementara itu, peristiwa penembakan yang terjadi semakin menjadi fakta ak­tual, seharusnya mampu mendorong dan mendesak Pemerintah Indonesia sege­ra membuka Dialog Papua-Indonesia dalam waktu de­kat ini. Hal itu dikatakan peraih penghargaan Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia "John Humphrey Freedom Award" dari Kanada tahun 2005, Cristian Warinusy ke­pada SP, Minggu (24/3).

Faktanya, sepanjang ta­hun 2012, hampir setiap bu­lan pasti terjadi peristiwa pe­nembakan di beberapa dae­rah di Tanah Papua, khusus­nya di Jayapura dan Puncak Jaya. Sebanyak 14 kali terja­di penembakan, yang mene­waskan 22 orang. "Sesungguhnya saya me­mandang, sudah tidak ada alasan apa pun yang bisa di­hindari atau ditolak oleh Presiden SBY untuk segera membuka dialog dalam rang­ka mewujudkan prinsip Pa­pua Tanah Damai," katanya.

Di sisi lain dikatakan, penting untuk dicatat oleh semua kalangan di Papua dan Papua Barat, bahwa atas peristiwa tersebut, ternyata TNI tidak menggelar operasi militer, tetapi mereka lebih memilih mengedepankan penegakan hukum.

"Saya kira, sudah saat­nya rakyat Papua memper­siapkan format dialog da­mai itu sendiri di satu pi­hak, dan Pemerintah Indo­nesia juga demikian. Utus­an atau wakil dari kedua kelompok yang bertikai se­lama ini, harus segera difa­silitasi untuk duduk bersa­ma dan berbicara, serta me­nyamakan persepsi lebih dahulu mengenai isi dan muatan dari format dialog tersebut," katanya. (154) Sumber: Koran Suara Pembaruan