Rabu, 20 Februari 2013

RUU Ormas Matikan Inisiatif Sipil







Media Indonesia (20/02/13, Hal 05)
Rancangan Un­dang-Undang ten­tang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) dinilai akan memba­hayakan praktik demokrasi di Indonesia. Apabila RUU itu diberlakukan, akan membung­kam inisiatif masyarakat sipil dalam menyuarakan aspirasi publik.

"RUU ini sangat berbahaya karena dapat mematikan as­pirasi masyarakat sipil," kata sosiolog dari UGM Arie Sudjito, kemarin.

Ia menyatakan ada sejumlah pasal dalam RUU tersebut yang potensial menciptakan proses birokratisasi ormas. Sebab, masyarakat harus melalui proses yang birokratis un­tuk berserikat menyuarakan aspirasi.

"Jika berserikat pun harus melalui birokrasi yang rumit, lantas ke mana masyarakat menyampaikan aspirasi ? Apalagi, parpol saat ini sulit dipercaya," ujarnya.

Meski demikian ia mengakui bahwa adanya RUU Ormas se­bagai reaksi atas kemunculan ormas milisi yang membahayakan kehidupan masya­rakat sipil. Namun, bukan berarti solusinya justru me­ngontrol secara ketat kegiatan masyarakat sipil yang lain.

"Ormas front yang menggu­nakan kekerasan itu cukup dike­nai hukum pidana. Atau bisa juga dengan membuat perda larangan bagi ormas melaku­kan pemalakan," tegas Arie.

Hal terpenting dalam peng­aturan ormas, imbuhnya, yakni bagaimana membuat or­mas atau LSM lebih akuntabel dan sesuai fungsi untuk mem­perkuat peran masyarakat sipil. "Kan menjadi aneh bila mengaku negara demokrasi, tapi watak perlakuan terha­dap ormas tidak demokratis," tukasnya.
Dalam menanggapi penilaian tersebut, pihak DPR mengaku telah berkomunikasi dengan berbagai LSM terkait pemba­hasan RUU Ormas. Karena itu, mereka tidak mengerti me­ngapa RUU itu terus mendapat penolakan.

"Ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah sudah clear. Karena itu, saya tidak mengerti substansi apa membuat ba­nyak penolakan," kata Ketua Panja RUU Ormas Abdul Malik Haramain.
Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tantribali Lamo juga menegaskan tidak ada substansi dalam RUU itu yang berisi pemangkasan demokrasi maupun kebebasan berserikat dan berkumpul. Karena, meru­juk pada Pasal 28 (j) UUD 1945 yang memang memerlukan pembatasan. Tetapi, pem­batasan itu perlu memperhati­kan aspek adat istiadat, agama, dan lingkungan sekitar.

Berkenaan dengan RUU itu pula, kemarin, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menerima perwakilan pengunjuk rasa dari unsur buruh dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Hak Sipil dan Buruh (Kapak), di Gedung DPR, Jakarta.

Sementara itu, lebih dari se­ratus orang buruh dan aktivis LSM berunjuk rasa di depan pintu gerbang utama Gedung DPR. Mereka menuntut agar DPR menghentikan pemba­hasan RUU Ormas dan RUU Keamanan Nasional (Kamnas), sekaligus mengusulkan menggantinya dengan RUU Perkumpulan.
Sementara itu, Menteri Per­tahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menanggapi peno­lakan terhadap RUU Kamnas hanya oleh segelintir orang, sebaliknya mayoritas masyara­kat mendukung RUU tersebut. "RUU Kamnas yang menolak itu-itu saja, hanya segelintir orang kok," tandas Purnomo.
(SW/AN/P-3) Emir Chairullah emir@mediaindonesia.com, Sumber : Media Indonesia