Kamis, 28 Februari 2013

Urgensi RUU Kamnas

Brigjen TNI Bambang Hartawan, MSc
Kapuskom Publik Kemhan
Suara Karya (Hal.1)

Rancangan Undang-Undang Ke­amanan Nasional (RUU Kamnas) merupakan bagian dari upaya membangun stabilitas nasional dan menyempurnakan regulasi kamnas. Spiritnya adalah sebagai arahan strategis, harmonisasi, dan sinkronisasi dari UU yang sudah ada dan masih berlaku. Inilah UU yang akan menjadi bagian dari pilar pertahanan negara. RUU Kamnas dapat memaksimalkan potensi ke­kuatan keamanan nasional, menyinergikan serta meng­akomodasi kekuatan dan potensi nasional. Harus dis­adari bahwa hingga kini banyak potensi yang meng­ganggu Kamnas. Karena itu, kelahiran UU itu sangat urgen dan sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang plural.

Dengan UU itu, semua instansi dan unsur yang terli­bat dalam masalah keamanan nasional, seperti TNI, Polri, kementerian, kejaksaan, Badan Intelijen Negara dan Ba­dan Nasional Penanggulangan Terorisme, akan lebih ter­padu dan bersinergi secara optimal. Khususnya, dalam menghadapi berbagai ancaman yang berdampak luas secara nasional.

Pembahasan RUU Kamnas melibatkan banyak pihak termasuk publik. Ini sangat membuka ruang bagi publik untuk ikut terlibat memberikan saran-saran dan ma­sukan-masukan. 

RUU itu diproyeksikan menjadi sebuah grand design bagi keamanan nasional yang melibatkan berbagai pihak secara terintegrasi. Hal ini perlu meng­ingat selama ini masing-masing pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang keamanan belum terjntegrasi secara sistematis. Dengan demikian, kita membutuhkan UU yang dapat menjadi arahan strategis dan mampu memadukan semua unsur keamanan.

RUU Kamnas harus disemangati untuk menjaga keutuhan NKRI. Tak perlu ada yang apriori terhadap RUU itu karena tetap berada dalam koridor konstitusi. RUU Kamnas lebih antisipatif terhadap masalah keutuhan negara-bangsa dalam jangka panjang, daripada sekadar menjawab kepentingan sesaat.

RUU Kamnas menyinergikan UU yang telah ada, seperti UU TNI, UU Polri, UU PKS, dan UU Intelijen. Jadi, RUU Kamnas kelak bukan merupakan UU operasional, namun lebih sebagai UU yang mengharmonisasikan UU yang telah ada. Oleh karena itu, tidak ada dasar kuat untuk menolak RUU Kamnas, apalagi bahkan dengan mengatasnamakan bangsa. Sebab, resistensi yang sesungguhnya hanya terjadi pada segelintir orang atau kelompok semata, tidak bisa mewakili seluruh rakyat Indonesia.

Kita perlu belajar dari berbagai negara yang sudah memiliki UU Keamanan Nasional. RUU Kamnas tidak akan mengembalikan TNI ke perilaku otoriterisme sebab TNI sudah mengalami reformasi internal secara total, sehingga memandang TNI harus dengan perspektif refor­masi pula. RUU Kamnas juga tidak akan mengembalikan TNI ke masa Orde Baru karena di alam demokratisasi seperti sekarang ini, bangsa Indonesia telah mempunyai pers, LSM, dan DPR serta masyarakat yang kuat dan sa­ling bisa mengontrol guna terciptanya check and ba-lances.

Dalam RUU Kamnas akan dibentuk Dewan Ke­amanan Nasional (DKN) di tingkat pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah di daerah. Dewan itu akan memonitor perkembangan keamanan nasional dan dampaknya secara terus-menerus. Selanjutnya dewan itulah yang akan mengoordinasikan dengan semua kom­ponen terkait dan membuat rekomendasi tentang saran-saran serta tindakan-tindakan yang harus diambil oleh pemerintah. Dewan itu terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap yang komposisinya disesuaikan dengan masalah yang sedang atau akan dihadapi.
Sumber: Koran Suara Karya