Selasa, 23 April 2013

2013, Terdapat 51 Kasus Kekerasan TNI

Jakarta, Jumlah kasus kekerasan yang meli­batkan anggota Tentara Nasional Indonesia sepanjang Januari-April 2013 sudah menca­pai 51 kasus. Jumlah tersebut dikhawatirkan meningkat jika tidak ada tindakan tegas terha­dap para pelaku.

"Bentuk tindak kekerasan itu mulai dari pembunuhan, penyerangan, intimidasi, pengani­ayaan, hingga perampasan," kata Yati Andnani, aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), di kantornya kemarin.

Dia mengimbuhkan, hanya kasus penyerangan terhadap Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, penyerbuan terhadap Markas Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu, dan penyerangan terhadap pegawai kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan yang diketahui masyarakat.

Padahal, di luar ketiga kasus tersebut, banyak kasus lain yang tidak terdengar media dan masyarakat. Misalnya, kasus anggota TNI menembak warga sipil di Tingginambut, Papua. Di lokasi yang sama, dua perempuan mengaku diperkosa oleh anggota TNI.

Yati menjelaskan, keberadaan para praju­rit tempur di tengah masyarakat pasti akan menimbulkan persoalan, yang kebanyakan dise­lesaikan dengan tindak kekerasan.

Koordinator Kontras, Haris Azhar, meng­imbuhkan, Pengadilan Militer tidak memberi hukuman yang cukup berat kepada anggo­ta TNI pelaku tindak kekerasan. Dari data Kontras, kata dia, tidak ada anggota TNI ter­sangka kasus kekerasan yang dihukum lebih dari 1 tahun.

"Ada keistimewaan tersembunyi dalam Pengadilan Militer," kata Haris.

Mekanisme Pengadilan Militer, ia menjelas­kan, melihat setiap kasus dari urutan perintah atau komando. Hal ini membuat kesalahan perorangan tertutup. Persoalan lain, Pengadilan Militer dihuni oleh perwira bintang satu. Ini membuat perwira yang pangkatnya lebih tinggi bisa mempengaruhi Seharusnya, ujarnya, penye­rangan yang dilakukan oleh anggota TNI terha­dap kantor PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tidak melalui mekanisme Pengadilan Militer. Sebab, pidana yang dilakukan adalah pidana umum.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Rukman Ahmad mem­bantah tuduhan bahwa institusinya tidak tegas menindak oknum pelaku kekerasan. Menurut dia, para pelaku kekerasan yang berasal dari TNI sudah diproses di pengadilan. "Masyarakat tahu kalau tentara sudah memproses para oknum TNI," ujar dia. (Ramadhani & Sundari), Sumber: Koran Tempo (23 April 2013/Selasa, Hal. A5)