Jumat, 05 April 2013

Agus Sutomo: Protap Kami, Datang Awal, Pulang Akhir


Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD), 16 April 2013, akan memperingati ulang tahunnya yang ke-61. Momentum kelahiran itu meru­juk pada tanggal instruksi Panglima Tentara dan Teritorium III, Bandung, Kolonel Alex Evert Kawilarang, tentang pembentukan Kesatuan Komando Terorium III, tanggal 16 April 1952. Embrio korps baret merah ini bermarkas di Batujajar, Bandung.

Pembentukan kesatuan itu terkait kebutuhan satuan pemukul yang bisa digerakkan secara cepat dan tepat, untuk menghadapi berbagai gerakan separatis tahun 1950-an. Beberapa nama pernah disematkan: Kesatuan Komando Angkatan Darat(KKAD, 1953), Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, 1955), Pusat Pasukan Khusus TNI-AD (Puspassus TNI-AD, 1966), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, 1971), dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus, 1985).

Komandan pertama dijabat Mayor Mochamad Idjon Djanbi, mantan kapten KNIL yang pernah bertempur dalam Perang Dunia II. Sejak 15 Juni 2012, Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus dijabat Mayjen Agus Sutomo, 53 tahun, mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (2011-2012).

Menyongsong ulang tahun Kopassus, perwira kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 14 Agustus 1960 dan lu­lusan Akademi Militer 1984 itu mene­rima wartawan Gatra Asrori S. Karni, Edmiraldo Siregar, dan pewarta foto Agriana Ali, Kamis 28 Maret lalu di ruang kerjanya, Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur. Agus Sutomo didampingi Asisten Intelijen, Letkol Inf Richard Tampubolon, serta staf penerangan, Mayor Susilo, dan Mayor Achmad Munir. Berikut petikannya:

Bagaimana peringatan ulang tahun ke-61 Kopassus tahun ini dimaknai?
Pertama, sebagai wujud syukur kepada Allah, kami laksanakan doa bersama agar satuan ini tetap profesional, dicintai rakyat, dekat, dan mencintai rakyat. Kedua, ulang tahun ini sebagai sarana evaluasi program. Hal positif kami tingkatkan, yang negatif kami perbaiki. Ketiga, sebagai sarana mengingat jasa para pendahulu yang berprestasi dengan segala pengorbanan untuk rakyat dan bangsa. Ini bahan motivasi kami agar satuan ini menjadi lebih baik.

Sejak diangkat sebagai Danjen Kopassus, tahun lalu, apa prioritas program dalam kepemimpinan Anda?
Sebagai satuan bin dan ops (pembinaan dan operasi), kami mengacu pada program komando atas. Kami terus meningkatkan profesionalisme prajurit dengan latihan dan peningkatan kemampuan. Ke dalam, saya tekankan tertib administrasi sehingga membantu komando atas mencapai penilaian wajar tanpa pengecualian dari BPK. Kami melengkapi alutsista (alat utama sistem senjata) untuk memenuhi kebutuhan minimal sesuai dengan standar Angkatan Darat.

Tentang alutsista Kopassus, bagaimana perkembangan terakhir?
Angkatan Darat, khususnya Kopassus, alutsistanya tidak sebesar Angkatan Udara dan Angkatan Laut, yang kekuatannya memang di alutsista. Kalau Angkatan Darat, kekuatannya di personel. Kopassus punya tiga kemampuan, di darat, laut, dan udara. Untuk kemampuan darat, kami sedang mengajukan senjata standar internasional, seperti senjata serbu HK416, teropong malam, dan kendaraan taktis untuk tugas khusus mendekati sasaran.

Untuk kemampuan laut, kami tam­bah alat-alat selam dengan teknologi ba­ru, seperti beberapa alat untuk infiltrasi bawah air yang mampu mengangkat dua orang atau satu regu, serta perlengkapan selam lainnya. Untuk kemampuan udara, kami menambah payung free fall. Payung kami sudah lama. Ini menyangkut keamanan prajurit. Kami ajukan juga alat bantu penerjunan, seperti wind tunnel yang membuat penerjun lebih cepat. Malaysia dan Singapura sudah punya, kita belum.
Kami sedang proses semua per­lengkapan itu. Targetnya, prajurit ka­mi semakin profesional. Di samping sudah militan, diperkuat alat. Saya ke Amerika, Singapura yang negara kecil, dan Australia, kelengkapannya luar biasa. Mereka bahkan punya helikopter masing-masing. Kopassus nggak punya. Jauh sekali kita.

Ketika belum ada operasi militer perang seperti saat ini, bagaimana Kopassus menjabarkan operasi militer selain perang?
Dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004, operasi militer selain perang ada 14 item, antara lain bantuan kepada polisi, bantuan kepada pemerintah pusat dan daerah, mengatasi aksi terorisme, termasuk bantuan bencana alam.

Kami sudah melakukan langkah dan menjabarkan dalam format program satuan. Namanya sekarang Binter (Pembinaan Teritorial) Satuan. Kami melaksanakan bakti TNI dan sosial. Ada TNI manunggal penghijauan, pekan bersih, green elean healty. Kami sedang mengadakan Ekspedisi NKRI 2013 koridor Sulawesi selama empat bulan. Mulai Maret ini sampai awal Juli. Ini ekspedisi ketiga. Ekspedisi pertama di Sumatera (2011), Ekspedisi kedua di Kalimantan (2012).
Ekspedisi di Sulawesi melibatkan 1.500 personel TNI-AD, AL, AU, ke­polisian, dan berbagai lapisan masya­rakat, mahasiswa, para peneliti, serta pemerintah daerah. Kegiatan ini meli­puti penjelajahan dan penelitian. Dalam ekspedisi ini, kami membangun jembatan gantung. Jarak tempuh 8-10 kilometer diubah menjadi 1-2 kilometer saja. Daerah tertinggal kami kasih bantuan air bersih atau sumur bor.

Kami punya kegiatan pekan ber­sih. Kami turun tiap Jumat sepanjang lima kilometer, membersihkan Sungai Ciliwung. Mudah-mudahan bisa di­contoh sepanjang aliran Sungai Ciliwung sampai hilir sehingga bersih dan jadi tempat wisata.

Nanti, di hulu, kami juga bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota Bogor serta Tangerang. Diharapkan, pemda bekerja sama. Kami siap mendukung agar Sungai Ciliwung jadi idaman seperti di kota besar luar negeri. Kita punya potensi dan harus bekerja sama.

Untuk bantuan bencana, kami tu­run waktu Gunung Merapi meletus, tsunami Aceh, gempa bumi Yogyakarta, jatuhnya Sukhoi di Gunung Salak, banjir Jakarta, dan sekarang sedang berlangsung bantuan tanah longsor di Cililin, Bandung Barat. Waktu kami datang ke Cililin, di sana belum ada orang.

Operasi kemanusiaan ini inisiatif Kopassus atau menunggu permintaan bantuan?
Untuk operasi kemanusiaan, sudah jadi kesepakatan, kami tidak boleh terlambat. Protap (prosedur tetap) kami, datang paling awal di tempat kejadian dan meninggalkan lokasi paling akhir. Siapa dengar duluan, baik langsung maupun melihat berita, maka langsung turun. Kami bawa perlengkapan dan logistik yang diperlukan untuk bantuan masyarakat.

Seperti saat banjir Jakarta kemarin, kami ada indikator. Ada laporan bahwa kolam renang Markas Kopassus kerendam, berarti Jakarta banjir. Saya lang­sung perintahkan satuan siaga. Siaga ber­arti perlengkapan dan personel siap. Kami punya nasi, namanya T2, sudah direbus.

Esok paginya, kami langsung apel. Waktu itu belum ada yang turun. Kasad dan Wakasad menelepon dan minta di­urus. Dapur kami siap untuk pagi, siang, dan malam masing-masing 200 bungkus. Sangat bermanfaat. Yang lain juga sudah siap. Tapi, maaf, kami datang paling dulu­an. Kami sifatnya lebih sebagai penda­huluan, agar yang lain ikut pastisipasi. Ini tugas kita bersama dan bukan pekerjaan Kopassus saja. Kami sebagai inisiator.

Salah satu ancaman keamanan aktual adalah terorisme. Kopassus sudah lama dikenal punya satuan anti-teror terbaik. Bagaimana posisi Kopassus dalam isu terorisme belakangan ini?
Menghadapi ancaman terorisme, kami punya Satuan 81 Penanggulangan Teror. Satuan ini setiap hari latihan, baik kemampuan menanggulangi teror di darat, laut, maupun udara. Operasi kami dalam hitungan detik, bukan me­nit. Walaupun keputusan nasional pe­nanggulangan terorisme ditangani kepolisian, satuan anti-teror kami setiap hari latihan.

Setelah ada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013, agar TNI di­libatkan dalam penanganan gangguan keamanan dalam negeri, pimpinan TNI dan Polri menandatangani MoU. Kami sebagai satuan operasional telah mengantisipasi. Jika sewaktu-waktu satuan kami dibutuhkan membantu polisi, kami sudah siap. Saat ini pun kami siap.

Terkait konteks aktual, tahun ini dan tahun depan dipandang sebagai tahun politik menjelang pemilu. Bagaimana Kopassus menyikapi momentum ini dan implikasi tahun politik bagi gangguan keamanan?
Sesuai dengan intruksi pimpinan yang berpegangan pada reformasi inter­nal, TNI tidak boleh berpolitik praktis. TNI tidak boleh memihak satu golongan atau partai. Itu jadi pedoman kami. Untuk tahun politik ini, Kopassus tetap sesuai dengan tugasnya, melaksanakan latihan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit.

Kalau soal ancaman keamanan, paling kita melihat adanya perbedaan pendapat. Adanya kepentingan individu dan golongan yang orientasinya mung­kin saja kekuasaan. Semua ini berpotensi tidak bagus jika tidak dikelola dengan baik. Tapi, saya rasa, semua jajaran telah melaksanakan persiapan dengan baik.

Masyarakat juga sudah berpikir dewasa karena sudah lama berpolitik. Walaupun ada yang bermanuver politik, kalau masyarakat dewasa, pengaruhnya kecil. Mudah-mudahan kita bisa melak­sanakan pesta demokrasi secara jujur, adil, terbuka, sehingga bisa memilih wakil rakyat di DPR yang amanah, profesional, cerdas, pro rakyat dan program nasional. Juga bisa menentukan kepala negara yang amanah, cerdas, dihormati, bagus, serta bisa diterima di dalam dan luar negeri.

Soal kedewasaan politik masya­rakat, apakah dalam operasi militer selain perang, Kopassus juga memasukkan muatan pendidikan politik?
Tidak ada. Tetapi dalam ke­giatan sosial yang kami lakukan juga sambil kami sampaikan wawasan kebangsaan. Bagaimana mencintai ne­geri, nasionalisme, dan pengenalan ke­arifan lokal. Kami ajak masyarakat bisa menerima perbedaan, mau berpikir positif, kebanggaan bernegara, mencintai negara dengan melaksanakan kewajiban, dan sebagainya.

Perihal kasus terbaru, pembu­nuhan empat tersangka pembunuh mantan anggota Kopassus di Lapas Cebongan, Yogyakarta, membuat posisi Kopassus dalam sorotan. Bagaimana respons Anda?
(Danjen Kopassus belum bersedia menyampaikan pernyataan terbuka.)

Insiden benturan aparat TNI dengan Polri masih berlangsung. Kasus terbaru, serangan ke mapolres di Baturaja, Sumatera Selatan. Anda punya solusi, bagaimana agar problem sejenis tidak terulang?
Kita harus menempatkan diri se­bagai sama-sama alat negara. Ini harus diterapkan dari atas sampai bawah. Prajurit TNI harus melihat polisi seperti sauda­ra sendiri. Sebagai partner kerja, polisi juga harus melihat TNI sebagai saudara. Kita sebagai hamba Allah bukanlah makhluk individu, melainkan makhluk sosial yang harus berinteraksi. Pimpinan TNI dan Polri terus berkomunikasi. Satuan bawah harus meneruskan dan menjabarkan perintah pimpinan. Kalau ada sesuatu, pimpinan bawah harus beraksi, tidak boleh membiarkan.

Di Kopassus, ada beberapa pene­kanan. Kopassus harus selalu hadir dan kehadirannya memberi arti pada lingkungan. Kehadirannya jangan menjadi masalah, tetapi solusi. Bekerja harus berdasarkan sistem, tidak boleh maunya sendiri. Kepedulian harus ditingkatkan melalui naluri intelijen. Arti peduli itu, kalau kita punya kemampuan, kerjakan sendiri. Kalau tidak, koordinasikan dengan atasan.

Ini selalu saya tekankan dan saya ingin semua kesatuan bawah bisa men­jabarkannya. Para komandan satuan harus jeli. Anak buah harus hormat kepa­da atasan dan atasan harus dekat dengan bawahan. Minimal, tidak ada hak yang boleh dipotong. Hak harus diterima tepat waktu. Ke depan, tidak perlu terjadi lagi (bentrok oknum TNI-Polri), karena tidak ada untungnya. Semua rugi. (G), Sumber: Majalah Gatra (10 April 2013/Rabu, Hal. 90)