Selasa, 16 April 2013

DPR: Jangan Sudutkan TNI-Polri Soal Penanganan Kasus Pembantaian Cebongan




JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, meminta agar TNI-Polri tidak terlalu disudutkan dalam penanganan proses hukum 11 oknum Anggota Kopassus yang terlibat dalam kasus penembakan empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta. "Seharusnya masyarakat tidak perlu berkepanjangan mempersoalkan itu. Sebab, kasus LP Cebongan yang menewaskan empat tahanan itu, sangat sensitif yang mengundang konflik dan rawan menimbulkan kekacauan," kata Ruhut, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (15/4).

Menurut Ruhut, jika masyarakat ingin kasus ini diproses di peradilan umum, maka undang-undang yang mengatur soal penanganan di Peradilan Militer harus diubah terlebih dahulu. Jadi, politisi Partai Demokrat, itu mengatakan, serahkan saja penangananya ke Peradilan Militer. "Dan itu memang yang seharusnya dilakukan dalam penanganan proses hukum kasus itu," katanya.

Ruhut mengatakan, sangat berbahaya jika memojokkan TNI-Polri, karena nantinya hubungan kedua lembaga itu bisa tak harmonis. Dia menegaskan, masyarakat pun harus menyadari bahaya dari kontroversi ini. "Mengapa kita harus memojokkan Polri? Mengapa kita harus memojokkan TNI? Ada apa sebenarnya di balik ini semua? Terlepas dari itu semua, kita berharap hubungan TNI dengan Polri tetap harmonis jangan terpengaruh oleh opini,”tambah Ruhut. Dijelaskan Ruhut, bila dibawa ke peradilan umum, maka Polri sebagai penyidik perkaranya, jaksa dari kejaksaan sebagai penuntutnya dan hakimnya dari pengadilan negeri.

Sedangkan TNI, kata Ruhut, secara tegas telah menyatakan 11 orang oknum Anggota Kopassus itu diadili di Peradilan Militer. "Apa harus kita paksakan Polri menarik perkara tersebut dan membawa perkaranya ke peradilan umum? Apakah itu tidak akan menimbulkan konflik Polri dengan TNI?" kata Ruhut. Anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Nefo Kertopati, mengingatkan semua pihak seharusnya mendukung reformasi di tubuh TNI dan Polri. "Jadi bukannya terus menjelek-jelekan kedua institusi negara itu. Karena bagaimanapun institusi TNI dan Polri termasuk pilar-pilarnya bangsa dan negara ini sehingga negara ini bisa tetap berdiri tegak,” kata dia.

Nuning meminta kalangan pengamat dan LSM tak membuat statement yang membuat situasi panas. Dia mengajak untuk lebih melihat dari persoalan keutuhan NKRI. "Opini yang terbentuk itu, dari kalangan LSM dan pengamat justru membuat situasi bertambah panas," katanya. Ia menambahkan, kalau panas terus, maka konflik selalu terjadi. Akibatnya rakyat tidak percaya lagi kepada hukum. "Kalau ketidakpercayaan rakyat meluas dalam skala nasional, kemudian konflik dimana-mana, NKRI pun bisa terpecah-pecah karena ini," ungkapnya.

Nuning juga meminta Komnas HAM jangan tebang pilih dalam menjalankan fungsinya seperti yang selama ini terkesankan. "Tolong diingat, setiap prajurit TNI dan Polri itu pun adalah anak-anak bangsa yang mempunyai Hak Asasi Manusia pula," katanya. Nuning juga meminta semua pihak mengikuti ketentuan UU, terkait proses persidangan yang harus dilakukan di Peradilan Militer. "Artinya, kekhawatiran publik kalau pelakunya disidangkan di peradilan militer itu tidak beralasan. Malah saya melihat kalau peradilan militer jauh lebih berat hukumannya dibandingkan peradilan umum," urai Nuning. Lebih jauh dia menyetujui agar UU Hukum Disiplin Militer harus segera dilahirkan untuk melengkapi UU Peradilan Militer. "Agar pembinaan oknum-oknum bermasalah TNI agar lebih baik dari saat ini,” pungkasnya. www.jpnn.com