Kamis, 11 April 2013

DUKUNGAN MENGALIR UNTUK KOPASSUS



Jakarta, Pelita. Berbagai elemen masyarakat terus memberikan dukungannya kepada korps Komando Pasukan Khusus (Kupassusj TNI Angkatan Darat, khususnya terhadap 11 anggota Kopassus Grup 2 Karangmenjangan yang melakukan penyerangan ke LP Kelas IIB Cebongan, Sleman, Yogyakarta, pasca pembunuhan yang dilakukan sejumlah preman terhadap anggota Kopassus Sertu Heru Santoso, dan pembacokan terhadap Sertu Sriyono.

Dukungan terbaru datang dari Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil yang menggelar aksi un­juk rasa di depan kantor Komnas HAM, Jalan I.atuharhary, Ja­karta Pusat, Rabu (10'/4). Sam­bil membawa spanduk bertuliskan "Komnas HAM jangan diskriminatif terhadap TNI dan Ko­passus," Joni Naham mendesak Komnas HAM untuk jangan lagi membela preman.   

Kelompok ini juga melakukan aksi di depan Markas. Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, dengan menggalang tanda tangan kepada warga yang melintas di sana, dengan membentangkan kain pu­tih untuk diisi tanda tangan, de­ngan judul "11 Ribu Tanda Ta­ngan Dukungan untuk 11 Praju­rit Kopassus".

Aksi ini digelar oleh Koalisi Or­ganisasi Masyarakat Sipil yang membawahi 9 organisasi yai­tu Generasi Muda Kota Depok, Aliansi Masyarakat Sipil Cin­ta Hankam, Anak Kolong Berge­rak, Brigade Merah Putih, Pemuda Pro TNI-Polri, Gardu Keadilan, Laskar Advokasi Masyarakat In­donesia, Jaringan Aktivis Indone­sia Raya, dan Gerakan Mahasiswa Merah Putih.

Kopassus didirikan 16 April 1952 oleh kopassus Kolonel Kawilarang sebagai upaya mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat menghadapi RMS ketika itu.

Operasi Penumpasan DI/TII, PRRI/Permesta, Operasi Triko­ra, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat Operasi Seroja di Timor Timur, Pembebasan Sandera di Bandara Don Muang-Thailand [Woyla], Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, dan sejumlah penyusupan.

Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopassus melakukan re­organisasi menjadi lima Grup, yaitu :
• Grup l/Para Komartdo - ber­lokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Para Komando - berlo­kasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Pusat Pendidikan,Pasukan Khusus - di Batujajar, Jabar
• Grup 3/Sandhi Yudha,- berloka­si di Cijantung, Jakarta Timur
• Satuan 81/Penanggulangan Teror - berlokasi di.Cijan­tung, Jakarta Timur.

Sebelumnya, dukungan ditun­jukkan dengan munculnya ger­akan 'Satu Miliar Dukungan un­tuk 11 anggota Kopassus' di Face-book, yang hingga kemarin didu­kung 43.906, orang. 

Setelah itu muncul juga dukun­gan lewat aksi dan pemasangan spanduk di Solo dan Yogyakarta, bahkan di daerah ini dimunculkan juga "Koin untuk 11 Anggota Ko­passus" sebagai bentuk dukungan bagi anggota Kopassus yang segera menghadapi peradilan militer itu.

Dukungan datang juga dari or­ganisasi anak veteran yang ter­gabung dalam Pemuda Panca Mar­ga (PPM), Selasa (9/4) kemarin. Me­lalui Ketua Umum Pengurus Pusat PPM Abraham Lunggana, PPM ber­pendapat apa yang dilakukan pra­jurit Kopassus itu sebagai wujud si­kap korsa, dan untuk hal itu mereka akan menghadiri persidangan nanti.

Tak cukup hanya itu, simpati muncul juga dari Solidaritas Korps Baret Merah seluruh Provinsi Bant­en, meminta polisi, Kopassus dan jajaran TNI lain bekerja sama mem­berantas aksi-aksi preman hingga ke akar-akarnya demi menjaga sta­bilitas keamanan negara.

Menurut juru bicara kelompok ini, Sasmita, semua pihak jangan hanya masadah penembakan yang dilakukan prajurit Kopassus saja tanpa melihat sebab akibat kenapa bisa terjadi penyerangan.

Sebelum ini, Tim Investigasi TNI AD mengungkapkan pelaku peny­erangan LP Cebongan adalah ok­num Kopassus sebagai aksi bala­san menyusul pembunuhan, terh­adap Serka Heru Santoso, anggota TNI AD pada 19 Maret 2013 dan pembacokan terhadap mantan ang­gota Kopassus Sertu Snyono pada 20 Maret 2013 oleh kelompok pre­man di Yogyakarta.

Dalam penyerangan ke LP Ce­bongan itu, empat orang yang dise­but "preman" yaitu Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Dicky Ambon,31; Yohanes Juan Mambait alias Juan,38; Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi, 29; dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi,33. Terakhir diketahui Juan adalah seorang polisi berpangkat Bripka, menurut keterangan pihak keluarganya.

Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal (CPM) Unggul K.Yudhoyono mengatakannya pelaku secara kesatria telah men­gakui perbuatan sejak hari pertama penyelidikan, 29 Maret 2013. "Peny­erangan tersebut merupakan tinda­kan seketika yang dilatarbelakan­gi jiwa korsa dan membela kesatu­an," katanya. 

Menurut Unggul, penyerangan ke LP Cebongan itu dilakukan setelah mereka mendengar apa yang ter­jadi dengan-Serka Heru Santoso dan Sertu Sriyono. "Mereka mem­bela kesatuan setelah mendapat ka­bar tentang pengeroyokan dan pem­bunuhan secara sadis dan brutal terhadap anggota Kopassus atas nama Serka Heru Santoso," tu­turnya.

Mengadu ke Wantimpres dan Kemenkumham

Dalam perkembangan lain, ke­marin, keluarga empat korban pe­nyerangan LP Cebongan mendatan­gi Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan diteri­ma langsung oleh anggota Wan­timpres Albert Hasibuan. Mereka juga bergerak ke Kantor Kementerian Hukum dan HAM dan diterima Wamenkumham Denny Indrayana.

Keempat keluarga tersebut adalah Jorhans kaja kakak dari Hendrik Sahetapy Engel alias Deki, Victor kakak dari Johanes Manbait alias Juan, Yani rohi kakak dari Adi Gamelia, dan Yohanes Lado kakak Adrianus Galaja alias Dedi.

Victor, kakak Juan, dalam jum­pa pers di Kantor Wantimpres, menjelaskan keempat korban pe­nyerangan LP Cebongan bukanlah kawanan preman. Dia menunjuk­kan adiknya Juan tidak lain adalah anggota Kepolisian RI berpangkat Bripka.

"Adik saya Juan bukanlah seorang preman, dia adalah seorang polisi berpangkat Bripka. Dia per­nah bertugas di Aceh tahun 2001 dan sampai saat penangkapan dia juga masih tercatat sebagai polisi," kata Victor.

Keluarga korban yang lain Jorhans Kaja juga menjelaskan adiknya Deki adalah security Hugo's Caffe dimana Heru Santoso terbunuh. Yani Rohi menjelaskan adiknya juga seorang Security di Graha Spa sekitar Hugo's Caffe, dan Yohaes Lado menjelas­kan  adiknya Dedi  adalah mahasiswa di salah satu Universitas di Yogyakarta.

Denny Indrayana menyampaikan rasa prihatinnya kepada para perwakilan ke­luarga korban, dan menyayangkan peristiwa berdarah itu. "Saya me­nyampaikan rasa prihatin dan tu­rut berbela sungkawa atas kejadian ini," ucap Denny. Pertemuan terse­but tertutup bagi pers.

Dikatakan Denny, yang terjadi di LP Cebongan adalah sebuah per­buatan biadab yang tidak dapat dibenarkan sedikitpun dan apapun alasannya. "Karena itu siapapun pelaku atau eksekutornya dan sia-paun yang terlibat atau melakukan pembiaran harus diungkap secara menyeluruh".

Termasuk yang tidak boleh dilu­pakan dan harus diungkap tuntas tragedi pembunuhan terhadap ko­rban Sertu Heru Santoso yang ter­jadi di Hugo's Cafe," katanya seu­sai menemui empat keluarga kor­ban pembunuhan di LP Cebongan.

Dikatakan Denny, siapapun pelakunya baik yang terjadi di LP Cebongan dan di Hugo's Cafe ha­rus dimintai pertanggungjawaban dan dihukum setimpal sesuai den­gan aturan perundangan.

"Jika fakta dan buktinya menun­jukkan tindakan biadab yang di­lakukan sudah direncanakan, maka hukuman bagi pembunuhan beren­cana harus dijatuhkan," kata seraya berharap atas kejadian ini stigmati-sasi ataupun labelisasi dalam ben­tuk apapun harus dihindari. 

Disebutkannya jangan sampai stigmarisasi dan labelisasi itu men­jadi pengalihan isu. "Apapun alasan­nya, premanisme dan pembunuhan sama-sama tidak dapat dibenarkan. Keduanya harus dimintai pertang­gungjawaban di hadapan hukum," tutur Denny.

Ditambahkannya labelisasi ke­pada etnis tertentu ataupun kesat­uan tertentu juga sama-sama tidak dapat dibenarkan. Dia pun menye­butkan pengusutan kasus keduan­ya harus terus dikawal secara ket­at dan transparan agar dapat diung­kap kebenaran sesungguhnya.

"Terakhir, tetapi juga sangat penting yaitu perlindungan kepada seluruh saksi dan pengamanan atas seluruh bukti adalah tindakan yang tidak dapat ditawar bagi terungkap tuntasnya kasus ini," kata mantan anggota tim Satgas Anti-Mafia Hu­kum ini.

Didampingi 12 Pengacara

Dari Semarang, Jawa tengah diberitakan, 11 anggota Kopassus tersangka penyerangan LP Cebongan menjalani pemeriksaan di Semarang dan didampingi oleh 12 pengacara dari Mabes TNI AD.

Kapendam IV/Diponegoro Kolo­nel Inf Widodo Raharjo saat dite­mui di Makodam IV /Diponegoro, Jalan Perintis Kemerdekaan Sema­rang mengatakan, 12 pengaca­ra tersebut di ketuai oleh Kolonel CHK Rohmat, SHCN, dengan ang­gota Letkol CHK Sarif Hidayat, SH; Letkol CHK Ashar, SH Mkn; Letkol CHK Yaya Supriyadi, SH Ma; May­or CHK Mahatma Budi, SH; Mayor CHK Sunardi; Mayor CHK Isa Angsari,SH; Mayor CHK Khamdan, SH; Mayor CHK Winarjo, SH; May­or CHK Munadi, SH; Kapten CHK Amarpaung, SH; dan Kapten CHK Andjoyo Ratri, SH.

Menurut Kapendam, kema­rin, pemeriksaan dilanjutkan, dan pendampingan dari penasihat hu­kum mulai Selasa (9/4) malam.

Dalam pemeriksaan kemarin, diagendakan pemeriksaan terhadap 31 saksi yaitu tahanan LP Cebon­gan. Meski demikian belum diketa­hui apakah 31 saksi tersebut diba­wa ke Semarang atau penyidik yang mendatangi.

Kondisi para pelaku juga sehat, dan telah menjalani pengecekan ke­sehatan. "Sel dijaga pasukan, ke­mudian tempat selnya harus ster­il, ada beberapa sel," sambungnya.

Tim penyidik berasal dari Puspom dan Pomdam IV Diponegoro. Jika semua selesai, maka berkas­nya segera dilimpahkan ke Oditur Militer II-11 Yogyakarta.

Sementara itu, kemarin, dilaku­kan pelepasan mantan Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso di Markas Kodam IV/Diponegoro di Semarang. Dia mengaku bangga dengan 11 Kopas­sus yang membunuh empat tahan­an di Lapas Cebongan. Bahkan Har­diono menegaskan siap memperta­ruhkan karir dan jabatannya, seb­agai bentuk hormat dan bangga 11 anggotanya itu.

"Saya memberi hormat dan bang­ga kepada para prajurit TNI AD yang sedang menjalani pemeriksaan karena telah bersikap kesatria," kata Hardiono seperti dikutip Antara.

Menurutnya, dirinya harus mem­beri contoh kepada para praju­rit dengan tidak memikirkan lagi pangkat dan jabatan untuk menjaga soliditas.  Dia juga menegaskan sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan para bawahannya itu.  Dia juga meminta polemik  kasus Cebongan ini harus segera dihentikan.  Proses hokum sedang berjalan, kata dia, serta terbuka bagi masyarakat untuk mengikutinya . Sumber : Pelita hal.1, 11/04/13