Senin, 08 April 2013

Evaluasi Peran TNI_Djoko Suyanto: Dorong Polisi Berantas Premanisme

Jakarta,   Pasca-penyerbuan Lemba­ga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta, oleh anggota Komando Pasukan Khusus dan sejumlah bentrokan yang melibatkan anggota TNI, peran TNI kembali perlu dievaluasi. Peran dan fungsi pertahanan dinilai tidak cukup.

Mantan Panglima Komando Daerah Militer Jaya Letnan Jen­deral (Purn) Sutiyoso mengakui, ada problem psikologis tentara setelah reformasi, ketika tak ada lagi dwifungsi ABRI. Peran dan fungsi TNI yang hanya berkon­sentrasi pada tugas pertahanan, kata Sutiyoso, membuat TNI le­bih banyak menganggur.

"Ini mungkin masalah psiko­logis, dulu TNI, dalam hal ini Angkatan parat, mengambil fungsi sangat banyak, mulai dari pertahanan, keamanan hingga politik. Setelah itu (reformasi) kan hanya pertahanan saja. Pertahanan itu, kan, bekerja jika ada serangan dari luar. Artinya, kalau enggak ada serangan, ya jadi pengangguran," ujar Sutiyoso da­lam diskusi Polemik Radio Sindo, di Jakarta, Sabtu (6/4).

Di sisi lain, Sutiyoso meng­ungkapkan, anggaran militer be­lum cukup mendukung TNI be­nar-benar profesional. Anggaran latihan militer, misalnya, sangat terbatas. "Terus tentara ini lihat, di luar, polisi berseliweran sibuk, termasuk berlatih antiteroris. Ini problem psikologis. Saat ini tentara jadi pengangguran kelas tinggi. Sekarang malah jadi sibuk menyerang polres. Suasana ba­tin tentara seperti itu," katanya.

Menurut Sutiyoso, dibutuhkan evaluasi terkait peran lain TNI. Undang-Undang TNI ataupun Kepolisian perlu direvisi untuk membagi peran dan fungsi. Fo­kus pekerjaan polisi sangat ba­nyak sehingga perlu dilimpahkan kepada TNI. "Separatisme dan teroris bisa dikembalikan lagi ke TNI. Memang ada latihan bersa­ma, tetapi pas kejadian tentara enggak pernah diajak" katanya.

Peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, mengakui, kurangnya pe­mahaman komandan terhadap kondisi nyata anak buah sering memicu insiden seperti di LP Cebongan. "Kondisi pasukan, anggota TNI di lapangan, harus jadi perhatian negara. Tanpa itu kasus Cebongan bukan jadi yang terakhir," katanya.

Jika peran dan fungsi TNI ha­rus dievaluasi, 'kata Wakil Ketua Komnas HAM Nurkholis, tetap diletakkan dalam koridor agenda reformasi.

Menteri Koordinator Politik Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, menumpas premanisme adalah tugas kepo­lisian. Saat ini masyarakat harus mendorong dan membantu polisi agar bisa memberantas prema­nisme dengan melaporkan. "Ka­lau kita mendorong dan membe­rikan dukungan kepada polisi un­tuk menangani premanisme, po­lisi niscaya akan bertindak," kata Djoko seusai pidato wisuda di Universitas Nasional, kemarin.

Menurut Djoko, yang paling penting adalah mengatasi pre­manisme di mana-mana yang ti­dak sederhana. Premanisme ter­kait ekonomi dan penyediaan la­pangan kerja dan jadi pekerjaan rumah pemerintah. (BIL/EDN), Sumber Koran: Suara Pembaruan (06 April 2013/Sabtu, Hal. 02