Senin, 08 April 2013

Jiwa Korsa Yang Salah Kaprah



Terjawab sudah siapa pelaku pe­nembakan empat orang tahanan titipan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada Sabtu, 23 Maret 2013. Hari itu empat tersangka kasus pembunuhan yang merupakan tahanan titipan Polda DIY, yakni Hendrik Benyamin Sahetapy alias Diki, Yohanis Juan Manbait alias Juan, Gamaliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, dan Adrianus Chandra Galaja alias Dedi tewas diberondong peluru oleh pasukan tak dikenal.

Dari TKP, penyidik Polri menemukan 31 selongsong peluru dan 16 anak peluru kaliber 7,62 milimeter . Dari barang bukti yang ada, pada Jumat 29 Maret, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengumumkan telah membentuk tim investigasi yang beranggotakan 9 orang untuk menghimpun keterangan dan informasi terkait kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, karena adanya indikasi keterlibatan oknum TNI Angkatan Darat.

Banyak yang meragukan tim bentukan Mabes TNI. Namun Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjamin tim investigasi TNI Angkatan Darat akan memeriksa senjata api milik Komando Daerah Militer IV Diponegoro dan Komando Pasukan Khusus di Markas Kandang Menjangan. "Semua diperiksa, itu sudah pasti," kata Purnomo kepada wartawan.

Dia menyatakan, pembentukan tim investigasi yang diketuai oleh Komandan Polisi Militer Brigadir Jenderal TNI Unggul K. Yudhoyono sudah tepat. Sebab, sudah seharusnya Polisi Militer menyidik oknum TNI yang nakal. Tim investigasi ini akan bekerja sama dengan tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan tim penyidik kepolisian. Salah satunya, tim investigasi akan menggunakan hasil uji balistik yang dilakukan polisi untuk memeriksa senjata api milik Kodam IV Diponegoro dan Kopassus.

Untuk menepis keraguan tersebut, Tim 9 dari Mabes TNI terus bekerja keras mendukung tim penyidik dari Polda DIY. Sekitar pukul 09.00 WIB pada Rabu pekan lalu, delapan anggota dari Tim 9 yang dibentuk oleh Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mendatangi Polda DIY. Se­sampainya di Mapolda DIY, rombongan ini melakukan pembicaraan tertutup dengan Kepala Polda DIY Brigjen (Pol) Sabar Rahardja. Pembicaraan tertutup tersebut dilakukan selama satu jam.

Sementara itu, Kepala bidang Humas Polda DIY AKBP Armi Pudjiastuti saat ditemui seusai mengikuti pertemuan membantah jika kedatangan delapan anggota dari Tim 9 untuk melakukan investigasi. "Tujuan mereka untuk sharing dan berkoordinasi dengan Polda DIY terkait pengungkapan siapa pelaku penyerangan Lapas,” jawabnya.

Kamis, 3 April pekan lalu, Brigjen TNI Unggul Yudhoyono selaku ketua Tim 9 memberikan keterangan pers. Dia mengakui bahwa oknum Grup II Kopassus Kartosuro adalah pihak peny­erang empat tahanan terkait pembunuhan Serka Santoso.

"Bahwa secara kesatria dan dilandasi kejujuran serta tanggung jawab, serangan LP Cebongan, Sleman, pada 23 Maret 2013 pukul 00.15 WIB diakui dilakukan oleh oknum anggota TNI AD, dalam hal ini Grup II Kopassus Kartosuro yang mengakibatkan ter­bunuhnya empat tahanan," kata Wakil Danpuspom TNI AD Brigjen Unggul K Yudhoyono, yang juga ketua Tim Investigasi kasus tersebut di Mabes TNI AD, Jakarta, Kamis 4 April pekan lalu.

Brigjen Unggul mengatakan, penyera­ngan ini berhubungan dengan pem­bunuhan terhadap Serka Heru Santoso, yang juga anggota TNI AD, pada 19 Maret 2013 dan pembacokan terhadap preman di Yogyakarta. "Bermotif tindakan reaktif karena kuatnya rasa jiwa dan membela rasa kehormatan satu­an," kata Brigjen Unggul.

Serka Heru Santoso merupakan peja­bat Bintara Peleton Kopassus yang notabene atasan langsung para pelaku yang juga pernah berjasa menye­lamatkan pelaku saat melaksanakan tugas operasi. Sementara Sertu Sriyono adalah mantan Kopassus yang notabene merupakan rekan pelaku saat latihan komando. "Peristiwa tersebut dilatar­belakangi jiwa korsa yang kuat di mana jiwa korsa merupakan roh setiap kesatu­an militer. Namun, diakui kegiatan serangan ke Lapas II Cebongan adalah penerapan jiwa korsa yang tidak tepat," ujar Unggul.

Penyerbuan tersebut dikatakan Unggul tidak terencana. Sinyalemen gerakan spontan dan tak terencana yang disebut Unggul ini kiranya menjadi sinyal, bahwa atasan para prajurit itu aman. Berbeda dengan penyerangan markas Mapolres OKU yang komandan­nya ikut dipersalahkan, untuk kasus LP Sleman ini sepertinya aman? "Sementara itu yang saya temukan belum ada unsur perencanaan," terang Unggul.

Disebutkan, satu pelaku berinisial U menjadi eksekutor, delapan lainnya menjadi pendukung aksi dengan masuk ke dalam Lapas Cebongan. Sementara dua lainnya, menunggu di jalan depan lapas. Para pelaku membawa enam pucuk senjata saat penyerangan. Tiga Pucuk AK 47 yang dibawa usai latihan dari Gunung Lawu, 2 pucuk AK 47 replika yang disebut sebagai airsoft gun, dan satu pistol replika jenis Sig Sauer.

Kepada Tim 9 pelaku penyerangan LP Cebongan, Sleman mengakui bahwa mereka mengambil, membakar dan membuang CCTV beserta rekamannya untuk menutupi jejak mereka. Rekaman CCTV itu sendiri sudah dibuang ke Sungai Bengawan Solo.Barang bukti sudah dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Bengawan solo," tutur Unggul.

Unggul mengungkapkan, pelaku penyerangan mengaku telah membawa CCTV itu. Sebelum dibuang ke sungai,CCTV itu sudah dirusak terlebih dahulu. "Sebagai ketua tim investigasi tetap menanyakan dimana dimusnahkannya? Dengan apa? Dan dijawab dengan jujur bahwa sebagian dibakar, dan sudah kita dapati," ujar Unggul.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY Rusdiyanto menyatakan cukup lega dengan pengakuan dari pelaku penem­bakan empat tahanan di lembaga pemasyarakat Cebongan, Sleman pada 23 Maret dinihari lalu. Namun dia mem­inta agar proses hukum terus berlanjut. "Meskipun sudah ada pengakuan pelaku, proses hukum harus tetap berlanjut," kata Rusdiyanto.

Dia melanjutkan, "Seperti yang dijan­jikan Pak Unggul (Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal Unggul Yudhoyono), bahwa pekaku akan ditang­ani Denpom."

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara mengenai diungkapnya 11 pelaku penyerangan Lembaga Permasyarakatan Cebongan, Sleman. Sang kepala negara meminta hukum tetap harus ditegakkan. "Para prajurit tampil bertanggung jawab, ksa­tria dan siap menerima sanksi. Bagi saya itu bertanggung jawab, ksatria. Itulah prajurit sejati yang harus ditunjukkan seluruh rakyat Indonesia, mereka bertanggung jawab. Hukum harus ditegakan seadil-adilnya," ujar SBY di masjid Baiturahman, komplek Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jumat pekan lalu.

Mengenai penegakan hukum kasus penyerangan LP Cebongan tersebut. SBY meminta TNI dan Polri untuk berkoodinasi. SBY percaya dua institusi tersebut akan dapat bekerja secara profesional."Saya dukung langkah-langkah TNI dan Polri untuk tegakkan hukum dan keadilan, berikan ruang selu­as-luasnya untuk mereka bekerja secara profesional," ujar SBY yang mengenakan baju koko warna putih.

SBY juga menyatakan, sejak awal dia telah menginstruksikan panglima TNI dan Kapolri untuk menindaklanjuti kasus penyerangan di LP Cebongan yang menewaskan 4 orang itu. Dia memberi arahan agar pengusutan kasus diper­cepat. "Tentu semua yang saya instruk­sikan tidak harus diliput media massa. Kalau semua statement diberitakan ada yang bilang itu pencitraan," kata SBY. (Julie Indahrini), Sumber: Majalah Forum (14 April 2013/Minggu, Hal. 44-45)