Kamis, 25 April 2013

Pengacara: Eksekusi Susno Libatkan Militer



Rabu, 24 April 2013 | 19:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum terpidana kasus korupsi Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji, Fredrich Yunadi, mengatakan, upaya eksekusi kliennya oleh pihak Kejaksaan melibatkan satuan militer. Fredrich menyayangkan hal tersebut.

"Ya, itulah wajah Kejaksaan Agung yang sebenarnya. Membawa 90 orang termasuk oknum CPM (Corps Polisi Militer), Kodim, dan BIN," ujar Fredrich saat dihubungi, Rabu (24/4/2013).

Menurut Fredrich, militer tidak dapat dilibatkan lebih jauh dalam upaya eksekusi itu. Dia mengatakan, pihaknya telah meminta kepolisian untuk mengusut oknum tersebut. "Kejaksaan bukan menegakkan hukum, melainkan memerkosa hukum dan melanggar konstitusi," katanya.

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Tubagus Anis Angkawijaya menyatakan, pihak kejaksaan tidak memberi tahu kepolisian untuk melakukan upaya eksekusi mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri itu. Namun, aparat kepolisian tetap mendatangi kediaman Susno untuk melakukan pengamanan.

Untuk diketahui, pihak Kejati DKI Jakarta dan Jawa Barat serta Kejari Bandung mendatangi kediaman Susno di Jalan Dago Pakar Raya Nomor 6, Kelurahan Mekarsaluyu, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Rabu siang. Tim gabungan kejaksaan tiba di rumah Susno Duadji sekitar pukul 10.20 dengan menggunakan 10 mobil jenis minibus dan sedan. Namun, Susno bersikeras menolak dieksekusi.

Hingga saat ini, pihak kejaksaan belum memberikan pernyataan resmi atas upaya eksekusi yang dilakukan sejak tadi siang.

Tolak Dieksekusi

Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak pengajuan kasasi Susno. Dengan putusan ini, Susno tetap dibui sesuai vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tiga tahun enam bulan. Hakim menilai Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat. Ia sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Susno menyatakan dirinya tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan.

Pertama, dia menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya tidak mencantumkan perintah penahanan 3 tahun 6 bulan penjara. Putusan MA hanya tertulis menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.500.

Alasan kedua, Susno menilai bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan sederet argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai.