Rabu, 24 April 2013

Pilpres 2014_Enam Jenderal yang Siap Berlaga

Dibutuhkan alasan yang kuat bagi rakyat untuk memilih salah satu dari para calon presiden.

Beberapa jenderal purnawirawan siap berlaga merebut jabatan Presiden Republik Indonesia dalam Pemilu 2014. Beberapa nama yang sudah pasti akan maju bertarung adalah Ketua Dewan Pem­bina Partai Gerakan Indone­sia Raya (Gerindra) Prabowo Subijanto, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto dan Endriartono Sutarto yang dicalonkan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Tentu, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indo­nesia (PKPI) Sutiyoso juga akan maju dalam persaingan besar itu. Beberapa kalangan percaya kemungkinan besar Partai Demokrat juga akan mengaju­kan Pramono Edhie Wibowo atau Djoko Suyanto dalam kompetisi itu.

Beberapa survei menunjuk­kan purnawirawan jenderal bintang tiga, Prabowo Subi­janto lebih unggul dari yang lainnya. Di tengah meluasnya kekecewaan masyarakat pada sikap peragu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), muncul harapan mantan Ko­mandan Jenderal Kopassus ini akan lebih tegas memimpin. Terutama dalam menghadapi Malaysia dan kepentingan asing lainnya. Beberapa ke­lompok pendukungnya sudah mengklaim Prabowo akan menjadi Chaveznya Indonesia.

Namun, mantan aktivis 1998, Ricky Tamba menyata­kan, beberapa hambatan yang harus dihadapi anak tokoh Par­tai Sosialis Indonesia (PSI) Sumitro Djojohadikusumo ini di antaranya stigma pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pen­culikan aktivis.

"Ada kekhawatiran Amerika dan beberapa negara Eropa akan mendesak Presiden SBY mengeluarkan Keppres Peng­adilan HAM Ad Hoc untuk me­meriksa keterlibatannya dalam kasus itu," ujarnya dari Bandar Lampung, Senin (22/4).

Di samping itu, struktur Partai Gerindra diragukan bisa mengejar syarat 20 persen pemilih untuk mengajukan seorang calon presiden; wa­laupun adik Prabowo, Hasyim, diduga telah menyiapkan dana untuk memenangkan sang kakak. Namun, hingga saat ini rakyat belum merasakan pe­ran Gerindra secara nyata.

Wiranto yang dicalonkan Hanura juga punya kans di­pilih memimpin negeri ini. Mantan Panglima TNI pe­riode 1998-1999 ini sempat dipercaya Presiden Soeharto untuk mengambil alih kepemimpinan di saat genting 1998. Purnawirawan jenderal bintang empat ini terakhir menuntut keterbukaan peme­rintahan SBY dalam rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Namun, mantan Ketua Umum Serikat Rakyat Jakarta (SRJ), Argo Bani Putra mengi­ngatkan, beberapa kalangan masih mempersoalkan keterli­batan mantan ajudan Presiden Soeharto tahun 1987-1991 ini dalam kasus pelanggaran HAM tahun 1998.

"Partai Hanura juga di­ragukan dapat melewati sya­rat 20 persen pemilih untuk mengajukan seorang calon presiden," ujarnya dari Serang, Banten, Senin.

Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga sedang mempersiapkan Endriartono Sutarto. Endriartono melesat pada era pemerintahan Presiden Abdur­rahman Wahid yang menjadikannya Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal Tyasno Sudarto pada 2002.

Sebagai panglima TNI, jenderal bintang empat ini dikenal berhasil menjaga ne­tralitas politik TNI pada saat Pemilu 2004. Secara tegas dan konsisten ia mencegah tangan-tangan politik untuk kembali merambah tubuh TNI. Endri­artono Sutarto dikenal sebagai jenderal yang sangat dihormati bukan hanya oleh Angkatan Darat, tetapi juga Angkatan Laut dan Udara, karena berha­sil menempatkan kesetaraan antar ketiga angkatan bersen­jata itu.

Menurut aktivis HAM Aan Rusdiyanto, Endriartono Su­tarto juga berperan penting da­lam keberhasilan perdamaian Aceh di lapangan untuk men­capai kesepakatan perdamaian di Aceh setelah proses panjang diplomasi di Helsinki. Nama Endriartono Sutarto adalah salah satu jenderal yang tidak masuk dalam catatan pelang­garan HAM.

"Walau demikian, pencalonannya juga akan sangat tergantung pada kemampuan Partai Nasdem yang baru berdiri di bawah kepemimpinan Surya Paloh. Banyak kalangan meragukan kemampuan Partai Nasdem," ujarnya di Jakarta.

Ketua Umum Partai Ke­adilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso juga sedang bersiap maju setelah lolos se­bagai salah satu peserta Pemilu 2014. Karier purnawirawan jenderal bintang tiga ini justru mulai bersinar ketika terjun dalam dunia politik. Selama 10 tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta dari tahun 1997-2007 beberapa teroboson menjadi­kan dirinya kontroversial. Di­rinyalah yang merintis proyek busway dan pemagaran taman Monas. Ia digantikan Fauzi Bowo, wakilnya, yang meme­nangi Pilkada DKI Jakarta pada 2007.

Namun, menurut aktivis National Papua Solidarity (NA­PAS), Samuel Awom, sebagian kalangan di Australia masih mencurigai keterlibatannya dalam peristiwa terbunuhnya lima wartawan asing di Balibo, Timor Timur pada 1975. Suti­yoso sempat menuntut peme­rintah Australia atas sebuah pelecehan pada dirinya di Sydney pada 2007.

"Sebagai partai yang baru lolos menjadi peserta Pemilu 2014, PKPI perlu kerja keras untuk bisa mendorong dirinya menjadi calon presiden," ujar­nya dari Jayapura.

Lewat Konvensi
Partai Demokrat merencanakan konvensi untuk menjaring calon presidennya. Partai yang dipimpin SBY ini dikabarkan memiliki dua, nama calon dari kalangan militer yaitu Pramono Edhie Wibowo atau Djoko Suyanto dalam kompetisi internal partai itu.

Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo saat ini masih aktif menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Anak Jenderal Sarwo Edhie ini berpotensi lolos dalam konvensi dan maju sebagai calon presiden, menggantikan kakak iparnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mantan Komandan Jenderal Kopassus pada 2008-2009 dan Pangkostrad 2010-2011 ini, oleh banyak kalangan diduga sedang dipersiapkan SBY un­tuk naik menjadi Panglima TNI untuk nantinya didorong menjadi calon presiden.

Baru-baru ini Pramono Edhie mengagetkan banyak kalangan karena berprestasi mendorong pembentukan Tim Pencari Fakta kasus penyer­buan LP Cebongan yang bela­kangan mengakui keterlibatan Kopassus dalam peristiwa ter­sebut. Namanya masih bersih dari catatan pelanggaran HAM.

Selain Pramono Edhie, Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto yang saat ini menjabat Menko Polhukam juga sempat disebut-sebut disiapkan SBY untuk menjadi capres yang akan diajukan Partai Demokrat. Sebelum menjadi Menko Polhukam, Djoko pernah menjabat Panglima TNI pada 2006-2007. Djoko merupakan Panglima TNI pertama yang berasal dari kesatuan TNI AU sepanjang sejarah Indonesia.

Pengamat Sosial Politik Uni­versitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito mengatakan, Pramono Edhie maupun Djoko Suyanto membutuhkan Partai Demokrat yang dapat meme­nuhi syarat 20 persen untuk mengajukan calon presiden.

"Hampir semua kalangan meragukan partai penguasa ini dapat bangkit lagi setelah bertubi-tubi dilanda prahara dari para petingginya yang ter­libat kasus korupsi," ujarnya dari Yogyakarta.

Merosotnya kepercayaan rakyat pada pemilu akan me­mengaruhi pemilihan legis­latif dan kepresidenan. Tidak mudah bagi para jenderal mengembalikan kepercayaan rakyat pada pemilu sebelum dipilih. Dibutuhkan alasan yang kuat bagi rakyat untuk memilih salah satu dari para calon presiden. Rakyat masih mencari seorang presiden baik sipil maupun militer, yang berani menegakkan kedaula­tan rakyat dan keadilan sosial. Ayo, maju terus, Jenderal! (Web Warouw), Sumber Koran: Sinar Harapan (23 April 2013/Selasa, Hal. 03)