Selasa, 07 Mei 2013

BIN Endus Aksi Politik OPM di Luar Inggris

Jakarta,   Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengungkap­kan, Organisasi Papua Merdeka (OPM) memiliki kegiatan politik di beberapa negara lain di luar Inggris. Meski begitu, menurut dia, OPM secara formal hanya memiliki kantor di Inggris. "Kelompok ini punya akti­vitas di Eropa, Australia, dan negara-negara Pasifik selatan, tapi tidak secara formal buka kantor seperti di Inggris," kata Marciano saat ditemui di Istana Negara kemarin.

Ia menyatakan, kelompok OPM pimpinan Benny Wenda aktif bergerak di Belanda dan Inggris. Aktivitas Benny di Kota Oxford, Inggris, Marci­ano menjelaskan, juga sudah sangat lama dan mendapat dukungan dari sekelompok orang di kota dan negara tersebut.

Pada 28 April lalu, pemim­pin kelompok separatis Benny Wenda bikin heboh karena menggelar acara pembukaan kantor OPM di Oxford. Wali Kota Oxford Moh. Niaz Abbasi meresmikan kantor perwakilan itu dengan mela­kukan pengguntingan pita. Anggota parlemen Inggris, Andrew Smith, juga hadir di sana.

Namun pemerintah Inggris dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan cerminan dari sikap politik Inggris terhadap OPM dan Indonesia. Negara itu mengakui Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Duta Besar Inggris Mark Canning mengatakan, pan­dangan Dewan Kota Oxford tidak mewakili pandangan pemerintah Inggris. "Dewan Kota Oxford bukan bagian dari pemerintah. Segala ben­tuk tindakan mereka tidak ada   hubungannya   dengan pemerintah Inggris," ujar Mark dalam siaran pers dua hari silam.

Marciano bertutur, keber­adaan OPM di negara-nega­ra Eropa disokong lembaga swadaya masyarakat setempat. Karena itu, pemerintah terus membina relasi dan menggalang dukungan dari negara-negara basis OPM. "Pemerintah Inggris dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sudah mengam­bil langkah proporsional."

Wakil Ketua Dewan Per­wakilan Rakyat Priyo Budi Santoso meminta pemerintah melayangkan protes keras ke pemerintah Inggris terkait dengan dibukanya kantor OPM di Oxford. Tindakan ini dipandang Priyo seba­gai bentuk campur tangan Inggris ke dalam urusan dalam negeri Indonesia.

"Pemerintah mesti protes ke Perdana Menteri atau Ratu Inggris," kata Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan. (fransisco rosarians, wayan agus, & efri r), Sumber: Koran Tempo (07 Mei 2013/Selasa, Hal. 05)