Selasa, 07 Mei 2013

OPM siapkan serangan ke pos polisi dan TNI AD



Senin, 6 Mei 2013 21:47 WIB | 1770 Views

Jakarta (ANTARA News) - Temuan barang bukti ratusan peluru 5,56 milimeter, tombak dan panah tradisional, bendera OPM Bintang Kejora, dan belasan seragam loreng a'la TNI AD di Aimas, Kabupaten Sorong, Papua, menghasilkan fakta baru.

"Ada indikasi mereka tengah merencanakan serangan ke pos-pos polisi dan TNI AD di sini," kata Inspektur Pegawas Daera Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Gde Sugianyar. Temuan ini, katanya dari Sorong, Senin malam, berawal dari rencana peringatan Hari NKRI yang oleh OPM dinamakan Hari Aneksasi, pada 1 Mei kemarin di Sorong.

"Informasi kami dapatkan, OPM akan menaikkan bendera mereka itu pada 1 Mei. Malam menjelang hari itu, kami bersama TNI berpatroli namun malah diserang dan ada personel TNI AD diserang hingga luka-luka," katanya.

Blokade dan serangan terhadap patroli gabungan polisi dan TNI setempat itu diketahui oleh OPM pimpinan Isak Kalaibin. Saat dikejar hingga ke rumah di dekat tempat kejadian, anggota OPM yang menyerang itu kabur ke hutan. Di satu gubuk yang ada di lokasi, polisi dan personel TNI AD setempat menemukan berbagai barang bukti itu.

"Bahkan di lapangan di belakang rumah itu dijadikan arena latihan anggota OPM itu. Ada bagan organisasi OPM, denah posisi pos-pos kami dan data kekuatan, dokumen-dokumen lain, dan senjata-senjata rakitan berikut ratusan peluru. Dari situlah kami menyembangkan penyelidikan," kata Sugianyar.

"Kami menangkap tujuh orang yang diketahui terlibat rencana dan penyerangan itu. Enam di antaranya kami tetapkan sebagai tersangka, yaitu Antonius Saraf, Hengki Sange, Klemens Kadimka, Obaja Kamestran, Yordan Magablo, dan Obeth Kamestra," katanya.

Di sela olah TKP yang dipimpin Wakil Kepala Kepolisian Papua, Brigadir Jenderal Polisi Paulus Waterpauw, itu warga menuntut keadilan atas kematian dua warga setempat yang dikatakan mereka mati akibat tembakan petugas. Menanggapi ini, Sugianyar menyatakan, "Kami akan mengautopsi, mereka tidak boleh. Makanya kami olah TKP."

Sesudah olah TKP pada petang hari, Waterpauw memberi penerangan kepada masyarakat setempat. "Ada penghasutan melawan negara. Ini kami nyatakan melawan hukum," katanya.