Jumat, 31 Mei 2013

Pembunuhan Misterius di Puncak Jaya_Polisi Tidak Tahu, Pangdam Membantah


Jakarta,   Mabes Polri hing­ga Kamis (30/5) pagi belum juga memberikan keterang­an terkait peristiwa pembunuhan misterius di Puncak Jaya, Papua.

Seperti diberitakan SH, Rabu (29/5), sedikitnya 11 war­ga Puncak Jaya, Papua ditemu­kan tewas. Sebelumnya, 41 warga dinyatakan hilang di antaranya terdapat dua anak-anak. Tubuh warga ditemu­kan di pinggiran Kali Yamo. Dua perempuan di antaranya diperkosa di Tingginambut, Puncak Jaya. Kejadian itu ber­langsung sejak 1 April 2013 hingga kini.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Suhardi Alius yang dihubungi SH, Kamis pagi ini, mengaku belum bisa mem­berikan keterangan soal itu karena tidak bisa berkomu­nikasi dengan Polda Papua. "Kapolda belum bisa saya hu­bungi, mungkin karena di daerah sinyalnya tidak ada. Biasanya setelah ada sinyal, be­liau balas SMS saya," ujarnya.

Anggota Komisi Kepoli­sian Nasional (Kompolnas) Hamidah Abdurrahman yang dihubungi SH ternyata juga belum mengetahui peristiwa yang terjadi di Puncak Jaya. Namun, dia berjanji akan se­gera turun ke tempat kejadian peristiwa di Puncak Jaya.

"Tapi, terlepas dari rencana itu, kami menyesalkan sikap kepolisian yang tidak profe­sional menyikapi peristiwa ini. Seharusnya polisi profe­sional, turun ke sana dan be­rada di baris terdepan untuk segera membuat situasi nya­man. Termasuk menegakkan hukum apabila memang ter­jadi pelanggaran," tuturnya.

Bukan hanya itu, menurut­nya, Polri dalam hal ini juga wajib memberikan kejelasan kepada publik terkait sebab musabab peristiwa ini.

Pangdam XVlI/Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua kepada wartawan di sela-sela acara rapat kerja daerah khu­sus di Kantor Gubernur Dok II, Jayapura, Rabu siang, memban­tah dengan tegas isu yang mengatakan, pasca-tertembaknya delapan prajurit TNI, lima war­ga Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya hilang dan hingga kini keberadaannya belum diketahui. "Isu itu tidak benar. Saya juga sudah mengirim tim investigasi ke sana dan sampai sekarang informasi itu tidak jelas," katanya.

Soal adanya ketakutan di tengah masyarakat, Pangdam kembali menegaskan bahwa itu sama sekali tidak benar. "Saya jamin mereka tidak akan diganggu oleh prajurit. Saya tidak mengerti juga ke­napa situasi seperti ini bisa terjadi," ujarnya.

Saat disinggung soal kabar aksi balas dendam setelah pe­nembakan di llaga, Puncak Jaya yang menewaskan tujuh prajuritnya, jenderal berbintang dua ini kembali men­egaskan hal itu tidaklah be­nar. "Kalau ada kabar seperti ini, silakan tanya ke pihak kepolisian. Mungkin mereka mendengar hal menyangkut tindak kejahatan," tuturnya.

Namun yang pasti inves­tigasi yang dilakukan adalah untuk merespons isu atau in­formasi tersebut dan ternyata itu tidak ada. "Tim pergi ke Mulia, sedangkan ke Ting­ginambut tidak. Pemerintah daerah sendiri tidak ingin ke Tingginambut karena dirasa sudah cukup. Jadi itu hanya isu," ucapnya.

Saat ditanya motif dari isu itu, ia tidak tahu. "Silakan tanya ke pihak kepolisian. Ini kan istilahnya ada kelompok-kelompok tertentu yang me­lempar isu tersebut. Kalau benar itu terjadi, pasti orang-orang sudah pada ributlah," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda ti­dak membantah laporan yang dibuat SH terkait pembunuhan misterius di Puncak Jaya. Ia mengatakan, lima warga Dis­trik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya Papua hilang. Dari laporan masyarakat, ada lima warga yang hilang dan tak diketahui di mana keberadaannya. Sebelum hilang mereka disinyalir mendapat penyiksaan dari aparat kea­manan. Dari lima warga yang hilang, dua di antaranya masih berstatus pelajar. Keduanya masih menjalani masa belajar di bangku SMP dan S MA.

Menurut Yunus, selain ada lima warga yang hilang, warga Tingginambut juga merasa ter­tekan dengan tindakan aparat keamanan yang kerap melakukan aksi sweeping terhadap war­ga. Bahkan dalam melakukan razia, aparat kerap mengin­timidasi warga karena dicuri­gai sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dari informasi yang dida­patkannya warga di sana se­lalu dirazia aparat dan kerap dicurigai sehingga selalu tertekan dan waswas. Jika warga melintas antara Ulu dengan Mulia, aparat selalu men-sweeping warga dengan intimi­dasi dan penyiksaan sehingga warga menjadi ketakutan.

Sebelumnya, Sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Ones Suhuniap yang dihubungi SH, Selasa (28/5) siang, mem­benarkan kejadian tersebut. "Sekarang warga masih men­cari sisanya, 30 orang dewasa dan dua anak-anak," katanya.

Nama-nama korban yang berhasil ditemukan warga, di antaranya Eila Enumbi (27), Inoga Wonda (40), Deniti Telenggen (17), Telapina Morib (47), Aibon Tabuni (38), Yomiler Tabuni (48), Bongar Telenggen (35), Yos Kogoya (70), Yanenga Tabuni (36), Yerson Wonda (29), Eramina Murib, dan Regina Tabuni.

Atas serangkaian peristiwa di Puncak Jaya, Ones menyebutnya operasi gelap atau pembunuhan, serta upaya penghilangan orang asli Papua di Puncak Jaya. Dia mengatakan operasi gelap di Puncak Jaya sudah belangsung sejak 1 April 2013 hingga seka­rang di mana para korban belum ditemukan. (Ninuk Cucu Suwanti/Odeodata H Julia), Sumber Koran: Sinar Harapan (30 Mei 2013/Kamis, Hal. 01)