Rabu, 22 Mei 2013

PERANG ASIMETRIS_KSAD Baru Dituntut Komunikatif


Jakarta,   Let­jen TNI Moeldoko yang akan dilantik sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) dituntut tidak hanya mampu mengelola operasi militer pe­rang dan operasi militer se­lain perang.

Pada zaman modern ini, TNI Angkatan Darat membu­tuhkan pemimpin yang mampu mengimplementasi­kan komunikasi antarbu­daya.

"KSAD yang baru harus piawai menjadikan prajurit memiliki kearifan lokal dan kemahiran komunikasi an­tar budaya. Karena sekarang bukan zamannya perang otot. Perang urat syaraf me­nuntut seseorang memiliki kemampuan pikir yang ta­jam," kata anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Kertopati di Jakarta, Selasa (21/5).

Menurut Susaningtyas, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono me­nunjuk Moeldoko menggan­tikan Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo merupakan langkah yang tepat. Mantan wakil Gubernur Lemhannas ini merupakan tentara inte­lektual. Karir militernya se­lama memimpin Kodam Siliwangj, Kodam Tanjungpura, dan Divisi Infanteri I Kostrad cukup cemerlang.

"Moeldoko seorang ten­tara intelektual yang diha­rapkan dapat menjadi pim­pinan Angkatan Darat dan mampu berkomunikasi de­ngan baik kepada prajurit­nya," kata Susaningtyas.

Ia berharap Moeldoko mampu memajukan TNI AD menjadi tentara terlatih dan profesional, sehingga siap menghadapi tantangan mo­dern seperti halnya kemung­kinan perang asimetris.

KSAD juga dituntut mampu melakukan pengem­bangan sumber daya manu­sia (SDM) dan meningkatkan kesejahteraan prajurit. Se­lain itu hubungan antar ins­titusi juga harus dibenahi.

"Kemampuan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF) bukan hanya alutsista saja yang dikem­bangkan, tapi juga kesejah­teraan dan kemampuan ser­ta pendidikan SDM," kata Susaningtyas.

Pengamat militer Mufti Makarim mengatakan, seca­ra institusi, Moeldoko harus mampu mengubah paradig­ma TNI AD, khususnya un­tuk prajurit-prajurit. "Sela­ma ini mereka (prajurit TNI) merasa menjadi warga nega­ra kelas 1, terkadang mereka minta keistimewaan," papar Mufti.

Apalagi menilik peristiwa kekerasan yang belum lama terjadi, diantaranya kasus penyerangan Mapolres Ogan Komering Ulu, LP Cebongan dan Kantor DPP PDIP. Insi­den ini dilakoni oleh oknum prajurit TNI AD. "Ini catatan dan tugas rumah bagi KSAD yang baru," kata dia.

Mufti melihat kondisi ini sebagai tantangan yang ha­rus bisa ditaklukan oleh elit TNI. Para petinggi TNI harus mampu mengubah cara pan­dang. "Bintara hingga perwi­ra harus bisa memposisikan diri sebagai warga negara yang setara di mata hukum," kata Mufti.

"Bukan zamannya lagi mendapat perlakuan hukum yang istimewa. Jika itu tu­juannya jangan masuk ten­tara," sambung Mufti.

Kasus ini juga semakin memperkuat alasan jika pra­jurit harus bisa juga diadili di peradilan umum. Peradil­an militer boleh tetap dilak­sanakan hanya jika seorang prajurit melakukan kesalah­an yang berhubungan de­ngan penugasan mereka.

Pengangkatan Moeldoko sebagai KSAD bersamaan mutasi Pati TNI lainnya. Mu­tasi itu didasari Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/ 357/V/2013 tanggal 20 Mei 2013, tentang Pemberhenti­an dari dan Pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI. (Feber S), Sumber Koran: Suara Karya (22 Mei 2013/Rabu, Hal. 04)