Rabu, 12 Juni 2013

Dengan Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi, Kopassus "mencicil"utang kepada bangsa.


PETANG yang te­nang. Markas Ko­mandan Jendral Kops Baret Merah, Kopassus Cijantung, tampak damai. Beberapa prajurit ramah menyapa ketika saya tiba di situ.

Petang itu, Komandan Jen­dral Kopassus Mayor Jendral TNI Agus Sutomo, baru saja usai salat Ashar dan mengenakan sepatu. Wajahnya cerah, ketika kami duduk berbincang di sofa. Topik pembicaraan adalah ekspedisi NKRI - Koridor Sulawesi. Suatu ekspedisi yang dilakukan Kopassus bekerja sama dengan mahasiswa dan masyarakat. Dengan ekspedisi ini, boleh dikata, Kopassus 'mencicil' utang kita kepada bangsa.

Penghujung Juni 2013 ini, ekspedisi koridor Sulawesi akan berakhir. Sebelumnya sudah ber­langsung ekspedisi di Sumatera bertajuk Ekspedisi Bukit Barisan dan di Kalimantan bertajuk Eks­pedisi Khatulistiwa. Selepas ini, akan berlanjut dengan Ekspedisi NKRI koridor Papua.

Ekspedisi yang dilakukan Kopassus ini menguatkan buhul persatuan dan kesatuan bangsa, selain untuk tujuan utama melestarikan alam untuk men­dukung pembangunan berke­lanjutan. Muaranya adalah men­capai kesejahteraan rakyat. Pangkal penyelenggaraan eks­pedisi ini adalah realitas, di sebagian besar wilayah Indonesia, telah terjadi kerusakan alam. Bahkan, sejumlah flora fauna endemik tak sedikit yang punah. Belum lagi, masih banyak masyarakat yang hidup terpencil dan belum terjangkau oleh infrastruktur yang memadai. Aki­batnya, masih ada anak-anak bangsa yang tertinggal.

"Ketika kita melihat di lapangan, di balik kekayaan sumber daya alam kita, masih banyak warga yang miskin dan belum sejahtera, tak seperti kita yang hidup di kota,’ ungkap Mayjend Agus Sutomo, antusias. "Begitu kita melihat ke bawah, masih banyak utang kita kepada bangsa," lanjutnya.

Apa yang diungkap Danjend Kopassus, ini memang tak terelakkan. Masih banyak rakyat miskin persisten di balik kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kondisi ini yang memotivasi Kopassus untuk ter­jun langsung ke lapangan. Menelusuri hutan dan belantara.

"Dari pengalaman ekspedisi selama ini, banyak manfaat posi­tif yang kita terima, dan rakyat menyambut positif,” ujarnya.

Secara spesifik, dijelaskan­nya, Ekspedisi NKRI ini dimaksud­kan untuk mendata dan meneliti segala potensi kekayaan alam di hutan, gunung, rawa laut sungai dan pantai, serta pulau-pulau terdepan. Dalam konteks pertahanan dan keamanan, ekspedi­si ini dimaksudkan membangkit­kan kesadaran teritorial, sehing­ga kelak dapat dikelola menjadi keunggulan teritorial. "Tentu, ju­ga untuk memberikan ketela­danan kepada masyarakat dalam memelihara dan menjaga hutan melalui program integral: green, clean, dan healthy. Lebih dari itu adalah membantu rakyat mene­mukan solusi, keluar dari kesulit­an hidup sehari-hari,’ ungkapnya.

Hasil ekspedisi disampaikan Kopassus kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur, dan Bupati di wilayah ekspedisi. Dengan begitu, pemerintah termasuk pemerintah daerah men­dapatkan data akurat tentang kerusakan lingkungan dan alam. Juga mendapatkan informasi terkini tentang potensi geologi, sehingga dapat diolah dengan baik untuk menyejahterakan rakyat. Termasuk mengantisipasi kerugian besar akibat bencana yang bisa terjadi kapan saja.

"Jangan lupa, melalui ekspe­disi ini, potensi sosial budaya dan kearifan lokal juga tergali, dan dampaknya kelak, keu­tuhan wilayah NKRI senantiasa terjaga,’ jelasnya.

Kalangan mahasiswa dan kaum muda dilibatkan, agar rasa cinta tanah air dan terpeli­haranya kelestarian alam terus terjaga. Termasuk motivasi untuk ikhlas berkorban mem­bantu rakyat mengatasi kesuli­tan, baik permukiman, kese­hatan, dan pendidikan.

Banyak kisah menarik diungkapkan Mayjend Agus Sutomo kemudian. Di Kabupat­en Kepulauan Sangihe, misalnya, anggota Kopassus mene­mukan perahu terdampar di bukit, tengkorak, dan tulang belulang. Bukit itu kemudian diberi nama "Bukit Tengkorak." Di Kabuparten Bone Bolango, Gorontalo, mereka temukan bagaimana PETI (Penampang Tanpa Izin) mencemarkan su­ngai dengan merkuri, sehingga masyarakat kesulitan air bersih.

Ekspedisi membangunkan sumur agar rakyat beroleh air bersih, dan memotivasi PETI untuk tidak mencemarkan su­ngai. Di sini mereka juga mem­bangun foot path dan jembatan untuk memudahkan mobilitas rakyat untuk memasarkan hasil pertanian. Di sini juga tim me­nemukan suku asal yang akhirnya membentuk masyarakat Gorontalo.

Sambutan Gubernur Gorontalo H. Ruslie Habibie sa­ngat positif, karena melalui eks­pedisi ini, Pemda mendapatkan data akurat tentang kondisi daerahnya. Di wilayah ini, persis­nya di desa Pangi Suwawa Timur, tim membangun jembatan gan­tung yang menghubungkan Pinogu dan Suwawa Timur. De­ngan jembatan ini, penduduk Pinogu tidak terisolasi lagi dan dapat berinteraksi dengan pen­duduk desa lain.

Di Luwuk Banggai (Sulteng), Tim Ekspedisi menemukan masyarakat yang terisolasi di hutan. Mereka membangun sarana dan prasarana dasar untuk membuka isolasi itu. "Alhamdulillah, mereka mau direlokasi, sehingga tingkat kerusakan hutan bisa dicegah," ujar Danjen. Aksi membangun sarana dan prasarana pemukiman dan pembangunan pos-pos untuk menciptakan integralitas rakyat dibangun oleh ekspedisi ini di Mamuju, Tana Toraja, Gowa, dan Kolaka.

DI Kabupaten Gowa, ekspedisi mem­bangun prasarana sekolah bagi anak-anak penduduk terpencil, yang lebih memadai, meski hanya beberapa kelas, perpus­takaan, dan toilet. Paling tidak kondisinya lebih baik dari semu­la yang hanya satu lokal.

Di beberapa daerah yang menjadi sasaran ekspedisi, tim menemukan berbagai kasus menarik, seperti pertikaian antar warga yang hanya disebabkan oleh "naluri bertikai." Di daerah itu, tim ekspedisi membangun pos jaga, untuk memenuhi hara­pan kaum ibu agar ekspedisi berlangsung terus.

"Alhamdulillah, sejak kita mediasi dan terjadi kondisi yang lebih kondusif dan damai, tak terjadi lagi persteruan antar warga di dua desa bersebela­han," ungkap Danjen, Mayjend Agus Sutomo.

Menjawab pertanyaan Jur­nal Nasional, Danjen meng­ungkap, pihaknya tak menutup diri dari partisipasi berbagai pihak. Meski selama ini ekspe­disi dilakukan secara mandiri. "Bagi kami yang penting tujuan­nya tercapai, sehingga hutang kepada bangsa ini terus dapat dicicil sampai lunas..," ungkap­nya sambil tersenyum. (N. Syamsuddin CH. Haesy), Sumber Koran: Jurnal Nasional (12 Juni 2013/Rabu, Hal. 27)