Kamis, 13 Juni 2013

Gunung di Poso Jadi Tempat Pelatihan


POSO, Poso, Sulawesi Tengah, terus menyimpan bara yang tak berkesudahan. Daerah itu seolah menjadi sarang kelompok radikal. Terbukti, dari penyisiran polisi di Gunung Koroncopu, Keca­matan Poso Pesisir Utara, ditemukan sejumlah per­alatan perang, seperti ratusan amunisi dan puluhan bom rakitan dalam berbagai ukuran dan jenis.

Ada pula senjata api organik dan rakitan, alat pengintai, pe­nunjuk arah, alat komunikasi, dan puluhan pakaian loreng yang mirip pakaian dinas TNI. "Ba­rang-barang ini kami temukan dalam penyisiran selama beberapa pekan di Gunung Koron­copu. Ini milik kelompok garis keras yang melakukan pelatihan dan bersembunyi di Gunung Koroncopu. Barang ini jadi bukti keberadaan dan aktivitas kelom­pok ini. Barang-barang seperti ini lazim digunakan dalam perang atau latihan perang," kata Kepala Kepolisian Resor Poso Ajun Ko­misaris Besar Susnadi, Rabu (12/6), di Poso.

Susnadi didampingi Wakil Kepala Polres Poso Komisaris Boegik S dan Dandim 1407 Poso Letkol Inf Bobby Prabowo. Hadir pula Komandan Batalyon Infan­teri 714 Sintuwu Maroso, Letkol Inf Trijoko, dan Kepala Kejari Poso Nurtaman.

Sentra di hutan
Penyisiran oleh Resmob Polda Sulteng dan Resmob Den B Poso dilakukan sejak Mei di Gunung Koroncopu. Diduga kelompok garis keras pimpinan Santoso be­serta ratusan pengikutnya men­jadikan Koroncopu sebagai pusat pelatihan dan persembunyian dari kejaran aparat. Di antara mereka ada buron seperti di­lansir polisi sejak Februari.

Di Poso, polisi mengidentifi­kasi sejumlah wilayah yang kerap dijadikan tempat pelatihan, se­perti Gunung Koroncopu, Gu­nung Bini, dan Desa Malino di perbatasan Poso dan Morowali. Lokasi pegunungan berupa hu­tan lebat dan akses yang sulit ditembus membuat Gunung Koroncopu dan Gunung Biru strategis untuk tempat berlatih dan bersembunyi. Untuk menuju ke Gunung Biru atau Koroncopu, akses hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua jenis trail atau motor jenis bebek yang di­modifikasi. Selebihnya hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Beberapa waktu lalu, Kompas ikut menyisir ke Gunung Biru di lokasi aparat kepolisian dan TNI menemukan kamp pelatihan. Se­bagaimana lokasi perang, di tem­pat ini terdapat sejumlah bung­ker untuk bersembunyi dan mengintai. Ada pula tulisan dan tanda-tanda semacam sandi atau kode di sejumlah pohon. Seba­gian ditulis dalam bahasa Arab.

Di hutan ini juga terdapat se­jumlah pondok peristirahatan yang dilengkapi bahan makanan dan obat-obatan, sekaligus per­sembunyian persenjataan. Didu­ga simpatisan kelompok yang berada di desa sekitar pegunung­an itu mengirim logistik dan me­nyimpannya di pondok di hutan.

"Nudin yang tewas tertembak adalah di antara orang yang rutin mengantar logistik untuk kelom­pok ini. Dalam catatan Densus, aliran dana yang dikirim kelom­pok Abu Roban ke Poso melalui Nudin," ujar Susnadi.

Aktor dari luar
Terkait temuan pakaian loreng mirip pakaian dinas TNI, Bobby Prabowo mengatakan, hal itu ti­dak ada kaitannya dengan TNI. Pakaian seperti itu banyak dijual. Mereka menggunakannya untuk menyamar dan bersembunyi. "Tidak ada kaitan dengan TNI. Makanya, saat ini kami mem­perketat pembelian atau penge­luaran pakaian dinas. Harus me­nunjukkan kartu anggota untuk membeli," ujarnya.

Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM, M Najib Azca, menilai, karakteris­tik konflik Poso be­rupa keterlibatan mendalam aktor dari luar. Banyak orang luar berdatangan gu­na terlibat saat kon­flik pecah di Poso. Selain menjadi pelaku kekerasan, para pendatang juga merekrut orang lokal untuk bergabung da­lam kelompok mereka. "Sebagian kelompok itu masih bertahan sampai sekarang. Mereka meng­anggap konflik tak selesai. Ele­men-elemen itu menjadi aktor konflik sekarang," ujarnya.

Soal kepastian pelaku bom bu­nuh diri, hingga kini polisi masih menunggu hasil tes DNA yang dilakukan di Jakarta Sejauh ini, pelaku mengarah kepada W, war­ga Desa Labuan, Lage Poso. Ayah W, yakni Il, mengakui foto yang disebar polisi mirip anaknya yang menghilang delapan bulan lalu. Untuk membuktikan pengakuan Il, polisi mengambil sampelnya dan sam­pel W.

Serahkan data
Di Kendari, Polres Parepare, Sulawesi Selatan, menyerah­kan berbagai data terkait temuan 4.000 detonator peledak kepada De­tasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Densus 88 akan menga­nalisis apakah detonator-detonator itu memiliki kaitan dengan aksi teror atau tidak.

"Kami sudah mengirimkan berbagai data dan barang bukti kepada Densus 88. Kini mereka sedang menganalisisnya," ujar Kepala Polres Parepare Ajun Komisaris Besar Himawan Sugeha.

Polres Parepare telah menah­an tersangka R alias HJ selaku pemilik 4.000 detonator itu. B sehari-hari berprofesi sebagai pe­dagang kelontong di kota itu. "Yang bersangkutan akan dikenai pasal kepemilikan bahan peledak ilegal yang diatur dalam UU No­mor 12 Tahun 1951," ujarnya.

Polres Parepare mengungkap pengiriman 4.000 detonator itu pada Jumat (7/6). Bahan peledak itu diangkut menggunakan KM Thalia dari Nunukan, Kaliman­tan Timur, dengan tujuan Pe­labuhan Parepare. Barang dike­mas dalam 40 dus. Setiap dus berisi 100 buah, lalu dicampur dengan barang kelontong. Dari Pelabuhan Parepare, barang di­kirimkan ke rumah R. "Barang ini berasal dari Malaysia," kata Hi­mawan. Dari pengakuan R de­tonator itu pesanan HM untuk menangkap ikan. HM yang ting­gal di Kota Makassar itu dike­tahui sebagai pengusaha ikan. (REN/ENG/RAZ), Sumber Koran: Kompas (12 Juni 2013/Rabu, Hal. 01)