Rabu, 26 Juni 2013

Kerap Dipalak Prajurit TNI, Warga Ancam Pindah ke Timor Leste


Penulis : Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere
Selasa, 25 Juni 2013 | 19:27 WIB

KEFAMENANU, KOMPAS.com - Sejumlah warga Desa Tubu, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), yang tinggal di sepanjang garis perbatasan dengan Timor Leste, mengeluhkan.

Keluhan itu terkait pungutan uang yang sering dilakukan oleh oknum petugas keamanan yang berjaga di pos perbatasan. Tak kuat dengan kondisi ini, warga mengancam akan bergabung menjadi warga negara Timor Leste.

“Setiap kali bila kami menjual sapi kepada para pengusaha, namun ketika melewati pos TNI perbatasan di Haumeni Ana dan Nilulat selalu dimintai sejumlah uang. Begitu juga di pos Brimob serta pos polisi sehingga sampai saat ini para pengusaha takut masuk ke daerah kami untuk beli sapi milik warga, sementara pemerintah daerah, secara gencar mendorong masyarakat melalui program peronisasi sapi,” keluh Silfester Palbeno, warga Desa Tubu, ketika menyampaikan keluhannya kepada Wakil Bupati TTU.

Keluhan disampaikan dalam acara pertemuan semesteran 48 kelompok tani di TTU, yang difasilitasi oleh Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM), Selasa (25/6/2013).

Menurut Palbeno,sampai saat ini para pengusaha resah dengan ulah para petugas keamanan, yang meminta sejumlah uang, saat pengusaha melintas di depan pos penjagaan dengan membawa sapi.

“Kalau semua petugas keamanan minta uang, kami pemilik sapi mau dapat berapa? Belum lagi para pengusaha bermain curang dengan mengambil keuntungan satu kilogram saat melakukan timbangan pakai dacing. Ini sangat sulit dan saya tidak mengerti, semacam apa model koordinasi di negara ini? Sehingga apabila terus menerus seperti ini, maka kami akan masuk menjadi warga negara Timor Leste, karena mereka akan sangat senang menerima kehadiran kami,” ancam Palbeno.

Palbeno menjelaskan, petugas keamanan perbatasan saat ini hanya bertugas selama enam bulan saja sehingga mereka dengan seenaknya meminta pungutan terhadap mobil truk yang membawa sapi dalam jumlah banyak.

”Kami heran, apakah tugas mereka itu menjaga keamanan negara di perbatasan ataukah melakukan pungutan seperti itu sehingga kita minta penjelasan dari pemerintah daerah,” kata Palbeno.

Palbeno mengaku, beberapa waktu lalu dirinya bersama seorang pengusaha sapi membawa 12 ekor sapi dari desa Tubu dan Nilulat dan rencananya akan dibawa ke Kefamenanu. Namun setelah sampai di pos Nilulat dan Haumeni Ana, mereka ditahan dan dimintai surat-surat dan sejumlah uang.

”Kita sempat kasih Rp 20.000 dan Rp 50.000 namun ditolak. Mereka mengatakan kok hanya dikasih Rp 50.000 saja? Mereka minta kita kasih uang harus banyak,” ungkap Palbeno.

Terkait keluhan masyarakat itu, Wakil Bupati TTU Aloysius Kobes menganjurkan kepada warga agar segera membuat surat protes atau pengaduan kepada pimpinan TNI dan Polri, mulai di daerah sampai pusat sehingga para oknum petugas keamanan yang melakukan pungutan bisa diketahui oleh pimpinan mereka.

“Itu namanya pungutan liar, sehingga terhadap itu saya minta warga untuk membuat surat pengaduan kepada Dandim dan Kapolres, Danrem dan Kapolda untuk daerah serta Kasad dan Kapolri di Jakarta agar segera ditindaklanjuti oleh pimpinan mereka,” kata Kobes. 

Editor : Glori K. Wadrianto