Rabu, 26 Juni 2013

LPSK Cemaskan Upaya Intervensi Sidang Cebongan


Selasa, 25 Juni 2013 | 19:51 WIB

TEMPO.CO, Yogyakarta- Polemik penggunaan video telekonferensi untuk saksi kasus penyerangan LP Cebongan semakin seru. Ada yang meminta penggunaannya juga ada yang menentang. Namun, Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta yang menyidangkan kasus ini belum memberikan sinyal boleh atau tidaknya penggunaan teknologi telekonferensi itu.

Bagi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, penggunaan alat video telekonverensi sangat penting bagi para saksi. Sebab, semua saksi kebertan hadir dalam sidang dengan terdakwa 12 anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro Sukoharjo. “Kalau adanya penolakan dari beberapa elemen masyarakat soal telekonferensi itu termasuk intervensi terhadap proses peradilan,” kata Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban LPSK Teguh Soedarsono, Selasa 25 Juni 2013.

Intervensi itu merupakan pelanggaran seperti sebagaimana diatur pasal 37, 38, dan 40 jo pasal 9 jo pasal 5 ayat (1) jo pasal 43 Undang-undnag nomor 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pihaknya mengaku sudah menerima surat keberatan soal telekonferensi. Juga tindakan berbagai aksi demonstrasi di Pengadilan Militer juga dinilai menjadi bukti telah terjadi indikasi intervensi peradilan.

Kondisi psikologi 42 saksi dari Cebongan yang terdiri dari sipir dan tahanan dinilai tidak siap datang langsung di kantor pengadilan. Apalagi dengan adanya aksi-aksi demonstrasi dukungan kepada Kopassus. Para saksi itu jelas akan memberatkan pelaku penyerang. Sehingga bisa jadi ada tindakan intimidatif terhadap mereka para saksi.

Elemen masyarakat yang mengirim surat itu antara lain Paksi Katon, Sekretariat Bersama Keistimewaan, Gerakan Pemuda Anshor, Laskar Srikandi Mataram, dan Jogja Wallnation dan elemen lainnya. Surat itu diterima oleh LPSK pada Senin lalu dengan tembusan Komandan Korem 072 Pamungkas, Gubernur dan Kepala Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Elemen masyarakat itu juga telah mengirim surat ke pihak LP Cebongan pada Minggu yang lalu. Mereka menganggap jika telekonferensi digunakan, seolah-olah Yogyakarta tidak aman.

Menurut Kepala Tata Usaha Urusan Dalam Pengadilan Militer II - 11 Yogyakarta, Kapten Aulisa Dandel, metode video telekonferensi yang diajukan LPSK sampai saat ini masih belum disetujui oleh majelis hakim. Untuk memutuskannya membutuhkan alas an dari para saksi. “Soal telekonferensi masih menunggu pertimbangan dari majelis hakim," kata dia.