Selasa, 25 Juni 2013

Sepuluh Saksi Cebongan Belum Siap ke Pengadilan


JOGJA - Sepuluh dari 42 saksi kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Sleman atau Cebongan belum siap bersaksi di persidangan. Kalapas Supriyanto menyatakan ketidaksiapan kesepuluh saksi tersebut berdasarkan hasil rekomendasi tim pendamping psikologis. "Masih ada traumatiknya," jelasnya, kemarin (24/6).

Mengenai pelaksanaan teleconference, Supriyanto mengaku, sudah menyiapkan sarana prasarananya. Persiapan dilakukan tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pelaksanannya tinggal menunggu instruksi dari pengadilan militer.

Menurut Supriyanto, teleconference disiapkan khusus bagi 10 saksi yang mengalami trauma. Kendati begitu, tak menutup kemungkinan bagi saksi lain bisa memanfaatkan fasilitas peralatan komunikasi jarak jauh tersebut. "Belum ada keterangan. Pemanggilan para saksi juga belum ada," bebernya.

Sementara mengenai pengamanan saksi, Supriyanto menegaskan, tak ada masalah. Hanya, dia tak berani menjamin pengamanan di luar persidangan. Terlebih setelah vonis dibacakan majelis hakim. "Itu belum dibicarakan. Masih kami koordinasikan lebih lanjut," katanya.

Kendati begitu, Supriyanto mengaku, pengamanan telah dijamin polisi yang dibantu TNI. Sebelumnya Komandan Kodim 0732/SIeman Letkol Inf Satrijo Pinandojo menyatakan telah menyiagakan pasukan sebanyak 2 SSK (satuan setingkat kompi). 1 SSK berjumlah 100 personel. Pasukan disebar di sepanjang rute perjalanan saksi dari area lapas sampai Pengadilan Militer II-11 Jogjakarta di Bantul. Sebagian pasukan tetap disiagakan di lapas. "Prinsipnya kami membantu polisi dan pemerintah," ujar Satrijo.

Komisioner LPSK, Teguh Soedarsono menegaskan, secara prinsip sebagian besar saksi siap bersaksi. Tapi mereka butuh jaminan keamanan. "Itu yang paling penting. Soal kepastian bersaksi is ok," jelas Teguh saat menyambangi Lapas kemarin.

Teguh menyebut, saksi yang tak layak dan tidak kompeten bersaksi secara psikologis ada sebelas orang. Jumlah itu bisa bertambah. Sebab sisanya, 31 saksi dinilai cukup kompeten oleh 18 psikolog pendamping. "Itu artinya belum 100 persen. Bisa saja bertambah yang tak kompeten," jelasnya.

Menurut Teguh, stabilitas psikologis para saksi tak hanya masalah keamanan. Sebab, mereka juga menaggung beban hukuman perkara yang harus dijalani di Lapas. Teguh mengatakan, teleconference bukan satu-satunya alternatif untuk memperoleh keterangan saksi. "Pengalaman sidang pertama dan selanjutnya membuat mereka (para saksi) lebih ketakutan," tandasnya.

Menurut Teguh, tanpa jaminan keamanan, para saksi enggan memberikan keterangan dalam sidang. Kendati hadir, para saksi akan diam atau memberikan keterangan setengah-setengah. (yog/jpnn), Sumber Koran: Indo Pos (25 Juni 2013/Selasa, Hal. 06)