Senin, 24 Juni 2013

YLBHI: Tugas TNI Menjaga Kedaulatan NKRI, Bukan Menjaga Keamanan


Sabtu, 22 Juni 2013 09:18 WIB

Tribunnews.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengingatkan KSAD  Jenderal Moeldoko agar TNI menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Pernyataan YLBHI tersebut disampaikan Ketua Badan Pengurus YLBHI Alvon Kurnia Palma, SH, menanggapi atas pernyataan KSAD Jenderal Moeldoko yang siap menjaga keamanan jika terjadi gelombang aksi besar-besaran menentang kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

"Tugas dan peran TNI lebih kepada penjagaan Kedaulatan dan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman luar, bukan ancaman dari internal dalam bentuk keamanan yang menjadi tugas dan peran pokok kepolisian," tulis Alvon dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (22/6/2013).

Hal tersebut, katanya,  sesuai dengan UU No. 34/2004 tentang TNI dalam pasal 5, 6, dan 7 terkait peran, fungsi dan tugasnya adalah di bidang pertahanan negara. Sedangkan persoalan menjaga keamanan dan stabilitas merupakan tugas kepolisian sesuai dengan amanah UU No. 2/2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Lebih jauh Alvon mengatakan, emang dimungkinkan adanya perbantuan TNI ke Kepolisian dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. "Namun perlu juga diperhatikan bahwa tugas perbantuan bisa dilaksanakan jika ada perundang-undangan yang mengaturnya sebagaimana di atur dalam pasal 7 ayat (2) angka 10 UU TNI secara tegas menyatakan bahwa perbantuan TNI kepada Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban harus diatur oleh UU, Katanya. Selain itu, lanjut Alvon, dalam Pasal 41 ayat (1) UU Polri disebutkan bahwa perbantuan TNI kepada Polri harus diatur berdasarkan suatu Peraturan Pemerintah.

Menurut Alvon, saat ini dasar yang digunakan oleh baik Kepolisian untuk kerjasama dalam hal menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat hanyalah Memorandum of Understanding (MoU) antara TNI dan Polri. Sebagaimana berdasarkan perundangan-undangan bahwa MoU antara TNI dan Polri bukanlah dasar hukum terkait tugas perbantuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

"MoU juga tidak dikenal dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Ditegaskan dalam konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka kebijakan apapun harus sesuai dengan kerangka yuridis yang sudah ditentukan oleh Negara, ujarnya.

Bahkan berdasarkan catatan YLBHI, terkait fakta tindak kekerasan yang dilakukan TNI dalam beberapa bulan terkahir semakin menonjol, seperti Pembunuhan terhadap Ibu dan Anak di Garut Oleh Anggota TNI AD Yonif 303/SSM KOSTRAD Cibuluh, penrusakan dan pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan oleh TNI dari Batalion 76/15 Armed Tarik Martapura, pembunuhan dan penganiayaan 4 tahanan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, oleh anggota Batalyon 22/Manggala yudha Grup-2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, pembunuhan Seorang warga Kampung Sanggrahan RT IV RW VI, Kelurahan Wates, Kota Magelang, oleh sekelompok anggota TNI Komando Daerah Militer IV/Diponegoro, penganiayaan di kantor DPP PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan oleh 15 anggota TNI Batalyon Zeni Konstruksi 13/Karya Etmaka, penculikan dan pembunuhan oleh Enam oknum anggota TNI Yonif 400 Riders Semarang.

Atas hal tersebut, YLBHI menyatakan bahwa tugas perbantuan justru dikhawatirkan nantinya malah menjadi malapetaka bagi stabilitas keamanan nasional. "Lebih-lebih tugas perbantuan ini di fokuskan kepada penolakan masyarakat atas kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)," katanya.

Dengan demikian, jelasnya, tugas perbantuan tidak lah sesuai dengan koridor hukum di Indonesia, karena sampai saat ini peraturan perundang-perundangan yang mengatur tugas perbantuan itu belum ada.

Editor: Gusti Sawabi