Senin, 15 Juli 2013

Fasilitas Kesehatan TNI-Polri Bisa Diakses Publik


Jakarta,   SEKITAR tiga juta anggota TNI/Polri dan PNS Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan berga­bung sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Hal tersebut sesuai de­ngan amanat UU 24/2011 ten­tang BPJS, Per 1 Januari, se­mua warga negara Indonesia akan terlindungi program jaminan kesehatan. Dengan bergabungnya institusi ter­sebut sebagai peserta BPJS maka, segala fasilitas kesehat­an yang dimiliki TNI/Polri bisa diakses oleh seluruh peserta BPJS begitu pula sebaliknya TNI/Polri beserta keluarganya bisa mengakses fasilitas kese­hatan milik pemerintah.

Direktur Utama PT Askes (Persero) Fachmi Idris menga­takan warga negara Indonesia tanpa terkecuali akan menjadi peserta BPJS Kesehatan, ter­masuk anggota TNI dan Polri. Dengan bergabungnya insti­tusi ini, PT Askes melakukan Penandatangan Nota Kesepa­haman (MoU) dengan TNI/Polri dan PNS Kemhan, terkait dengan pengalihan Program Jaminan Pemeliharaan Kese­hatan (JPK) dan Pemanfaatan Bersama Fasilitas Kesehatan yang dikelola TNI/Polri ke­pada BPJS Kesehatan.

Penandatangan tersebut dihadiri oleh Menteri Perta­hanan RI Purnomo Yusgiantoro, Kepala Kepolisian RI Timur Pradopo, dan Direksi PT Askes. Hadir pula Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi. "MoU ini akan menjadi pa­yung bersama bagi PT Askes dan TNI serta Polri dalam upaya mempersiapkan dan sinkronisasi tahapan-tahapan pengalihan kepesertaan," kata Fachmi Idris di Jakarta akhir pekan.

Menurut Fachmi dengan bergabungnya TNI/Polri dan PNS Kemhan menjadi peserta BPJS maka kedua belah insti­tusi ini sepakat melakukan pengalihan program yang meliputi mekanisme program pelayanan kesehatan, man­faat pengalihan program pe­layanan kesehatan, peman­faatan bersama fasilitas kese­hatan serta koordinasi dan sosialisasi.

Menteri Kesehatan (Menkes), Nafsiah Mboi mengata­kan peserta jaminan kese­hatan BPJS yang merupakan peserta non-PBI, yakni kelom­pok PNS, TNI, dan Polri, akan dibayarkan iurannya oleh pe­merintah sebesar tiga persen. Sedangkan dua persen sisa­nya ditanggung pekerja. Kon­sep yang sama juga berlaku bagi pekerja swasta.

"Selama ini TNI/Polri ha­nya bisa berobat di RS milik TNI dan Polri. Dengan jumlah RS TNI/Polri yang terbatas dan lokasi tak merata, tentu pelayanan kesehatan kepada TNI/Polri dan keluarganya ku­rang maksimal. Dengan peng­alihan tanggung jawab penge­lola JPK yang selama ini dike­lola masing-masing oleh TNI/Polri, maka seluruh prajurit TNI/Polri bisa memanfaatkan seluruh fasilitas kesehatan dan rumah sakit yang menjadi peserta program JKN," katanya.

Menurut Nafsiah meski mengalami transformasi, pe­layanan kesehatan untuk TNI/Polri tidak akan berku­rang. Mereka tetap bisa men­dapatkan layanan pengobat­an untuk semua jenis pe­nyakit termasuk lima jenis penyakit berbiaya mahal yakni kanker, jantung, stroke, gagal ginjal, dan diabetes. Hanya saja dengan berga­bungnya TNI/Polri ke prog­ram JKN, maka terhadap me­reka diberlakukan pula pela­yanan dengan sistem berjen­jang (rujukan) mulai dari Puskesmas atau dokter ke­luarga hingga rumah sakit. Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengata­kan selama ini, di luar kondisi gawat darurat, dapat dikata­kan bahwa TNI/Polri dan keluarganya hanya dapat meng­akses fasilitas kesehatan milik TNI/Polri saja. Sebaliknya, di era BPJS, pemanfaatan fasili­tas kesehatan milik TNI /Polri diharapkan dapat memberi­kan kontribusi dalam optima­lisasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat. "Kami minta agar di era SJSN nanti, benefit yang diterima oleh anggota TNI/Polri tidak akan berku­rang sedikitpun, dan kualitas­nya juga bertambah," katanya.

Dia juga meminta kepada Mankes agar dapat membantu melakukan peningkatan kuali­tas lembaga-lembaga kese­hatan di TNI/Polri dan Kem­han seperti lembaga farmasi di AU, AL, dan AD. Serta, kuali­tas RS yang harus ditingkat­kan hingga mencapai standar seperti yang ditetapkan oleh Pemerintah, karena ini meru­pakan perwujudan program pemerintah untuk kesejah­teraan prajurit TNI/Polri.

Dalam rangka melakukan pemerataan fasilitas kesehatan di daerah-daerah terpencil, RS yang dimiliki oleh TNI/Polri da­pat memenuhi kekurangan tempat tidur di daerah. Secara nasional tempat tidur yang di­butuhkan dalam era BPJS seba­nyak 249 ribu tempat tidur. Se­mentara, tempat tidur rumah sakit pemerintah yang tersedia sudah mencukupi ada seba­nyak 290. Yang menjadi per­soalan adalah ketidakdakmerataan. "RS TNI/Polri bisa menjadi so­lusi dalam pemenuhan tempat tidur di daerah yang belum memliki RS pemerintah," katanya.

Perlu diketahui, rumah sakit TNI di Indonesia berjum­lah 96 rumah sakit, dengan jumlah tempat tidur sebanyak 7507 dan 90 persen rumah sakit sudah terakreditasi. Sedangkan Rumah Sakit milik Kepolisian ada sebanyak 45 dan 10 sudah BLU. Sedangkan poliklinik di tingkat Polres ada sebanyak 538. (Vien Dimyati), Sumber Koran: Jurnal Nasional (15 Juli 2013/Senin, Hal. 20)