Rabu, 24 Juli 2013

FPI, Baik, Buruk, TNI, Polri, dan SBY


Selasa,  23 July 2013 | 16:39

Jujur, saya merasa kasihan dengan Presiden SBY. Walaupun banyak sekali ketidaksetujuan akan kebijakan dan langkah langkah yang diambilnya, benar atau salah, dia adalah Presiden saya. Presiden Republik Indonesia.

Bahkan, ucapan Presiden SBY kemarin tentang kecamannya terhadap FPI seakan akan malah jadi bulan bulanan di media massa. Saat Beliau ingin berkata tegas pun tidak diindahkan. Secara terang terangan. Mulai dari Habib Rizieq, selaku pihak dari FPI bahkan sampai dengan jajaran Menterinya sendiri, salah satunya adalah Gamawan Fauzi.  Miris .

Kembali pada FPI.  Banyak yang beranggapan  bahwa sudah seharusnya FPI dibubarkan.  Maaf, saya bukan salah satunya. Selama Ormas Islam seperti NU atau Muhammadiyah masih saja berusaha lenggang kangkung dengan permasalahan diatas saja  tanpa ada yang benar benar mau terjun ke bawah seperti FPI, maka tidak akan ada gunanya membubarkan FPI.  Dia akan tetap ada.

Banyak orang yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Banyak yang ingin merasakan aman dan tentram. Namun hanya sedikit yang benar benar ikut turun berusaha memperbaiki keadaan.  ”Niatnya baik, caranya salah ya jadinya salah”. Itu yang banyak didengar.   Tapi cara salah masih bisa menjadi benar apabila diperbaiki. Namun niat sudah ada disana duluan.

Tidak hanya sekedar mengeluh atau bertanya kapan Pemerintah mau ambil tindakan tentang suatu permasalahan .

FPI pun dibanyak kejadian terbukti melanggar HAM, mencederai kebebasan agama dan bahkan diindikasi menjadi beking dari tempat tempat hiburan malam yang ‘tidak’ disweepingnya.  Masyarakat yang menilai, kok yang kecil kecil di sweeping sementara yang besar besar tidak? Pasti ada ‘fulus’ ya dibaliknya?  Seperti halnya contoh kasus ‘pemerasan’ yang diungkap saat peristiwa Playboy yang lalu.

Erwin Arnada, pemred majalah Playboy pada waktu itu mengaku telah di’peras’ oleh FPI.  Dan seperti kita ketahui bersama, ketidak sukaan kita kepada FPI langsung menghujat sana sini. Dapet bahan, istilahnya. Saya menganggap pada waktu itu kurang lebih seperti ini ”  Biarin aja dipalakin. Toh  pemred majalah selakangan ini? Ngapain dipikirin? Occupational Hazard lah, alias resiko pekerjaan.   Sama dengan sikap saya melihat FPI sweeping warung yang menjual minuman keras pada bulan Ramadhan, lokalisasi pelacuran dan tempat yang buka di bulan Ramadhan.

Tidak akan terjebak dengan ‘romantisme nanti bagaimana yang kerja disana’. Bagaimana mereka akan mencari uang dibulan Ramadhan ini?   Rata rata tempat hiburan malam mempunyai margin keuntungan yang cukup besar untuk tetap ’survive’ walaupun harus tutup selama satu bulan penuh. Jadi tidak perlu hanya melihat disisi uang saja. Ini fakta.

Lihat juga disisi yang lainnya, selama satu bulan itu, FPI telah membantu mencegah para lelaki yang mungkin adik, teman, kakak, bapak atau suami anda ‘jajan’ ke lokalisasi. Minum minuman keras murahan yang pada akhirnya bikin tawuran , kecelakaaan lalulintas atau paling fatal kekerasan dalam rumah tangga. Gebukin bini sendiri gara gara mabok.  Atau bahkan resiko kebutaan karena minuman oplosan yang sangat membahayakan ini.

FPI selama satu bulan itu sudah membantu meminimalisir resiko penularan penyakit menular melalui hubungan seksual. Untuk kedua pihak. Baik dari pekerja seks komersialnya sendiri, ataupun mungkin pelanggannya.

Tidak bicara tentang amalan, dosa dan perbuatan ya? Karena saya sangsi kebanyakan dari kita masih betul betul mengenal konsep ini, dengan segala ketidak acuhan kita terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.

Sisi buruknya FPI ? Banyak banget.  Belum lama ini dicontohkan oleh Munarman. Menyiram air teh ke Thamrin Tomagola didepan umum.  Sama sama provokator sih sebetulnya keduanya. Sayang Munarman kalah ‘pinter’ dengan tindakan yang tidak perlu itu. Malah jadinya Thamrin Tomagola yang dapet simpati.

Kejadian ini contoh kecil yang bisa dijadikan contoh besar apa tindakan FPI terhadap kemaksiatan.  Cara yang salah menjadikan rakyat Indonesia yang kebanyakan menyukai drama ini menjadi tidak simpati atas tindakannya.

Belum lagi sweeping warung makan siang hari sambil banting banting piring segala. Bulan Ramadhan lagi. Drama banget.  Ngapain orang puasa minta dihormatin? Biasa aja lah. 

Kadang, karena tau sedang disorot media membuat sebagian besar dari mereka jadi tambah urakan.

” Masuk tipi, masuk tipi” dan akhirnya minta perhatian.  Jelas gak setuju dengan ini.

Habib Mahmud Al Hamid, salah seorang tokoh agama di Makassar pun pernah berucap kepada saya, bahwa kadang memang kejadian seperti itu di lapangan memang memprihatinkan. Dan perlu adanya perbaikan sikap dan cara approach dari FPI sendiri, namun tidak menghilangkan ketegasan sama sekali.

Belum lagi isu beking, calo hiburan dan lain hal. Padahal kalo mau jujur, HIPMI pun sekarang banyak calonya atau bisa dibilang Himpunan Pengusaha Calo Indonesia, bukan Muda lagi. Tapi karena lebih elit, lebih rapi, ya tidak seperti FPI yang ‘jelas jelas terlihat’.

Balik lagi ke masalah lokalisasi. Ada yang bolak balik mengatakan, itu lokalisasi yang paling deket dengan markas FPI aja gak pernah di sweeping. Nah, pertanyaan yang bagus kan?

Kalau ngajak FPI untuk sweeping daerah Mangga Dua dan lainnya, ya jelas gak mungkin lah.  Realistis aja jangan pada pura pura enggak ngerti begitu.  Kok malah jadi nyalahin FPI kenapa tempat hiburan malam ‘berkelas’ tidak disweeping? Tanya dong sama Polri, atau TNI kenapa tempat tempat itu tidak disentuh sama sekali.

Kenapa FPI tidak bisa ditindak tegas oleh Polri ataupun TNI ? Ya tanya lagi ke mereka bertiga. Ada deal apa yang sebetulnya terjadi, supaya tidak pada gemas sendiri kenapa  Polri tidak pernah secara nyata mengambil tindakan tegas terhadap FPI.

Kasihan Pak SBY.