Senin, 08 Juli 2013

Persidangan Kopassus Baru Separuh Terbuka


Sidang perkara pembunuhan dengan terdakwa 12 anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup II Kandang Menjangan TNI AD, telah menghadirkan belasan saksi dalam sesi pembuktian. Persidangan berjalan lancar, termasuk kehadiran saksi yang sebagian besar para tahanan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman.

Semula dikhawatirkan prosedurnya rumit dan saksi-saksi tidak berani menyampaikan keterangan tentang pembunuhan yang menewaskan empat tahanan. Saksi-saksi yang sudah dihadirkan di persidangan, terutama seperti terekam dalam proses pembuk­tian pada perkara utama dengan terdakwa Ucok Tigor Simbolon dan dua rekannya, bisa relatif lancar dalam menyampaikan fakta-kata proses pembunuhan di kamar A-5. Namun, ekspresi terdakwa tampak ketakutan dan terkesan tidak lepas dalam bersaksi. Itu bisa diperhatikan dari bahasa tubuh mereka.

Yang lebih mengkhawatirkan, saksi-saksi "memilih" posisi aman. Dalam hal ini, para sipir maupun tahanan yang dihadir­kan di muka persidangan tidak satu pun menunjuk bahwa Ucok Tigor yang didakwa sebagai eksekutor empat tahanan, sebagai sosok yang mereka lihat pada malam 23 Maret 2013 meskipun eksekutor tersebut tidak menutup muka dengan sebo.

"Saya dalam kondisi belum sadar sepenuhnya karena baru saja bangun tidur, apakah satu dari dua terdakwa sebagai orang yang menunjukkan surat pinjam tahanan dan menjadi eksekutor," begitu alasan Kepala Keamanan LP Cebongan, Sleman, Margo Utomo.

Saksi Margo Utomo merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kea­manan dan kejadian di internal LP, tidak berani "unjuk gigi", itu menjadi tanya tanya besar bahwa sidang terbuka tersebut bisa membuka sepenuhnya misteri perencanaan pembunuhan berencana tersebut.

Yang sedikit mengejutkan justru dari "suara" para tahanan. Di depan majelis hakim, mereka memang tidak berani menunjuk Ucok Tigor dan kawan-kawan sebagai orang yang datang ke kamar tahanan mereka waktu itu. Tetapi, nyali mereka cukup be­sar saat mengungkapkan bah­wa sang eksekutor mengekspresikan euforia kebahagiaan seusai mengeksekusi Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Diki alias Decky (38). Yohanis Juan Manbait alias Juan (37). Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi (33), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (23).

Saksi Suratno, Hendyana, Setyawan, Arif Nugroho, dan Tego Waseso, memastikan telah mendengar pernyataan bangga dari Ucok Tigor. "Kalian selamat dan aman. Selamat melanjutkan hidup," seusai Ucok menembak empat korbannya.

Ketika dibantah Ucok pun, mereka bergeming, bersikukuh bahwa mereka mendengar pertanyaan itu. Tidak hanya sebatas itu, mereka memastikan operasi para eksekutor terkoordinasi, itu bisa diindikasikan dari handy talky (HT) yang dibawa oleh eksekutor untuk berkomunikasi dengan anggota operasi lainnya.

Namun, kondisi tersebut tetap menggelisahkan karena proses pembuktian belum menyentuh kepada detail bagaimana proses eksekusi terjadi dan motivasi para anggota Kopassus menghabisi empat tahanan di kamar tahanan. Sejauh ini mereka melakukan sebagai balas dendam atas kematian anggota Kopassus, Sertu Heru Santoso.

Aspek substantial
Pengadilan belum menyen­tuh sampai ke level tersebut dengan mendengar dari para saksi yang kompeten. Kapan aspek substansial tersebut disentuh? Ini sangat tergantung dari kesaksian internal Kopas­sus seperti atasan para terdakwa maupun pengakuan para terdakwa masing-masing.

Wakil Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Deny Indrayana terkesan galau dengan perkembangan tersebut. Dia seperti tidak sabar lagi untuk mendengar dari sak­si-saksi di persidangan yang mengungkap bagaimana proses memutuskan operasi senyap 23 Mei 2013 dan berharap proses hukum di Peradilan Militer II-11 Yogyakarta fokus men­gungkap pelaku penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II Cebongan yang akibatkan kematian 4 tahanan titipan polisi. "Dari persidangan yang diungkap soal pinggiran, teknis, dan standar operasional. Bagaimana mereka akan memilih sasaran empat tahanan dan proses pembunuhan bisa terjadi, itu semestinya menjadi fokus," kata Deny, Minggu (7/7/2013).

Sidang belum usai, proses pembuktian masih terus berlangsung, maka misteri yang sudah terkuak separuhnya perlu diperlebar sehingga sepenuhnya terungkap misteri perencanaan pembunuhan. Hakim masih memiliki kesempatan untuk membuktikiin lebih dalam lagi.

Kemudian publik memberi kesempatan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta menjalankan sidang dengan bebas dan terbuka tanpa intervensi. Sejauh ini intervensi dari berbagai pihak terus terjadi dan relatif intens yang dilakukan oleh berbagai kelompok, misalnya kelompok yang mengatasmakan paguyuban tukang becak, dll. Tekanan sebanyak apa pun, mestinya tidak memengaruhi independensi pengadilan untuk mengungkap tuntas perkara ini dan memutuskan seadil-adil-nya. Jika tidak tuntas, preseden penyerangan tahanan ini menjadi catatan sangat buruk bag penegakan hukum di masa depan. (H Mukhijab/"PR"), Sumber Koran: Pikiran Rakyat (08 Juli 2013/Senin, Hal. 08)