Selasa, 09 Juli 2013

TNI ANGKATAN DARAT_Komitmen Kesejahteraan dan Stabilitas


JAKARTA, KOMPAS - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat melihat bahwa komitmen terhadap demokrasi tidak bisa ditarik kembali. Walaupun masih ada masalah, seperti kesenjangan ekonomi, komitmen TNI AD adalah membangun masyarakat yang sejahtera dan negara yang stabil.

Hal ini disampaikan Kepala Staf TNI AD Jenderal Moeldoko dalam acara Silaturahmi KSAD dengan Komponen Bangsa, di Balai Kartini, Jakarta, Senin (8/7). Hadir dalam acara itu sejumlah tokoh bangsa dari berbagai kalangan dan latar belakang, seperti KH Ma'ruf Amin, Amien Rais, Adhyaksa Dault, Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Tantowi Yahya, Sutan Bathoegana, dan Setiawan Djodi.

Moeldoko mengatakan, pada masa sekarang, tidak bisa lagi TNI AD mengendalikan informasi. Menurut Moeldoko, Indonesia tidak akan lagi menarik komitmennya terhadap demokrasi dan masyarakat terbuka. Keterbukaan itu bisa terlihat dari keterbukaan atas informasi, transparansi, serta kebebasan berbicara dan berkumpul.

Di sisi lain, perjalanan sebuah negara kerap mengalami instabilitas. Masalah kesenjangan ekonomi menjadi sorotan. Namum, ia menilai, saat ini adalah bagaimana membangun masyarakat yang sejahtera dalam negara yang stabil. "Kestabilan demokrasi itu lebih panjang umurnya dari kestabilan ekonomi," kata Moeldoko.

Pentingnya jujur
Moeldoko melihat, pentingnya saling bertukar informasi dengan jujur. Ia menjelaskan tentang generasi keempat perang di mana kancah pertempuran tidak lagi di medan perang secara fisik, tetapi ada di bidang ekonomi, ideologi, politik, dan budaya. Pelakunya adalah aktor-aktor non negara dan tindakan mereka menimbulkan krisis kontemporer. "Walau pun kalau dirujuk lebih jauh, di belakang aktor non negara juga ada negara," katanya.

Menghadapi generasi keempat perang itu, TNI AD mengaku terus waspada. Moeldoko mengajukan, dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI ada Operasi Militer Selain Perang yang di antaranya pembinaan tentorial dan membantu pemerintah daerah. Kedua hal itu adalah wadah TNI AD untuk memahami rakyat. "Jangan takut itu jadi seperti Dwifungsi ABRI (di era Orde Baru). Saya yakinkan, tidak," katanya.

Menanggapi Moeldoko. Ma'ruf Amin sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia mengatakan, akar dari kerukunan di Indonesia adalah kerukunan beragama. Oleh karena itu, harus dibina terus dalam kerangka politik, kearifan lokal, dan teologis sebagai landasan utama.

Sementara tokoh adat Betawi. Ridwan Saidi, mendukung TNI AD melaksanakan operasi militer selain perang. Ia mengatakan, hanya ada ruang sempit bagi TNI menempatkan dirinya antara stabilitas dan keterbukaan politik. "Kami harapkan TNI, rakyat tak berharap lagi pada partai," katanya.

Harapan pada TNI juga disampaikan Adhyaksa Dault yang mengatakan, elite politik terlalu banyak memikirkan partai dari pada negara. Ia juga mendukung TNI lebih berperan karena hanya TNI yang kini mengusung komitmen negara kesatuan dengan jelas. (EDN), Sumber : Kompas, Selasa, 9 Juli 2013/hal. 5