Senin, 01 Juli 2013

Utamakan Produksi Dalam Negeri Pembelian Alutsista Hams Selektif


Jakarta,   Pengamat militer dari Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) Bantarto Bandoro menyarankan agar Pemerintah Indonesia lebih mengutamakan membeli dan memproduksi alat utama sistem senjata (Alutsista) dalam negeri. Kemandirian Alutsita dalam negeri dapat menghilangkan tingkat ketergantungan pembelian persenjataan dari luar negeri.

"Pembelian senjata dari negara-negara maju harus lebih selektif bila pengadaan Alutsis­ta dalam negeri tidak tersedia," ujar Bantarto kepada Pelita kemarin.

Sampai saat ini, diakui Ban­tarto, kebutuhan Alutsita yang diproduksi dalam negeri masih belum maksimal. Padahal kebu­tuhan tersebut perlu segera dimiliki oleh TNI. "Pemerintah ha­rus terus menerus memberdayakan dan mengutamakan per­senjataan dalam negeri," kata Bantarto.

Bantarto menambahkan, perlunya memiliki pertahanan yang kuat dengan dukungan Alutsi­ta yang modern karena negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah sedemikian maju pesat dalam kepemilikan senjata modern.

"Persenjataan Indonesia dibanding negara-negara tetang­ga sudah sangat terbelakang," ujarnya.
Direktur Utama PT Pindad, Adik Avianto Soedarsono mengatakan dengan kemandirian alutsista maka Indonesia tidak akan tergantung kepada negara lain. "Jadi dalam masa-masa konflik atau genting, kita ti­dak lagi tergantung kepada negara lain. Kalau diembargo kita sudah bisa memperbaharui dan memproduksi sendiri," ujarnya.

Di mata Adik, kemandirian alutsista akan menciptakan posisi tawar yang bagus bagi In­donesia. Dengan industri yang mampu memperharui alutsista sendiri, tandas dia, diyakini In­donesia akan lebih kuat secara politik. "Kalau tidak kuat, kita akan seperti Irak. Setelah dihancurkan, ya tidak bisa apa-apa. Tapi kalau seperti Iran, F-14 di­embargo, mereka masih bisa terbang sendiri. Saya kira itulah kepentingan Pindad di Indonesia. Kepala Divisi Persenjataan PT. Pindad, Ade Bagja menilai, pro­gram revitalisasi tersebut men­jadi tantangan sendiri bagi pihaknya untuk memenuhi ke­butuhan pertahanan nasional. "Revitalisasi adalah program Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang merupakan pro­gram pemerintah juga dan sebetulnya dengan adanya program ini kami ditantang untuk me­menuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada," ujar Ade.

Sementara, Asistensi Bidang Kebijakan Komite Kebijakan In­dustri Pertahanan (KKIP) Said Didu menjelaskan, ada kebanggaan karena Indonesia bisa mendukung pemenuhan kebutuhan pesawat untuk keperluan militer dan sipil.

"Mereka bangga Indonesia itu sudah menjadi poros untuk penyiapan alat misi persenjata­an dan pertahanan. Sehingga negara-negara di kawasan senang apabila Indonesia muncul sebagai produsen produk berteknologi tinggi terutama in­dustri pertahanan," ucap Said Didu.

Dikutip dari laman Global firepower perbandingan kekuatan militer negara serumpun Indo­nesia-Malaysia.

INDONESIA
Peringkat 13 ,
Tentara 438.410 orang
kendaraan lapis baja 400
Pesawat militer 444
Helikopter 187
Index AL 150
kapal militer 139
Anggaran militer US$ 5,2 miliar.

MALAYSIA
Peringkat 33.
80 ribu tentara
kendaraan lapis baja 69
Indeks 55
kapal militer 40
Anggaran militer US $ 4,2 miliar.

Catatan; Kekuatan perang Malaysia terbantu oleh aliansi dengan beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, Inggris, dan Singapura. (zis), Sumber Koran: Harian Pelita (01 Juli 2013/Senin, Hal. 17)