Rabu, 28 Agustus 2013

Lego 8 Apache, Amrik Jadikan Indonesia Pengaman Kawasan



Amerika Serikat (AS) bersedia menjual delapan helikopter tempur Apache ke Indonesia senilai 500 juta dolar AS. Ini bukti bahwa AS merasa Indonesia sudah bukan lagi negara pelanggar hukum dan HAM sehingga dijadikan rekan penting terkait masalah Laut China Selatan.

PENJUALAN heli itu mencakup radar dan pelatihan pilot. Harga satu unitnya Rp 600 juta. Ke­sepakatan ini disampaikan Men­teri Pertahanan AS, Chuck Hagel, dalam kunjungan selama dua hari pada 26-27 Agustus di Jakarta.

"Menyediakan helikopter kelas dunia untuk Indonesia menunjuk­kan komitmen kami untuk mem­bantu Indonesia mengembangkan kemampuan militer mereka," kata Hagel setelah bertemu Menhan Purnomo Yusgiantoro.

"Indonesia yang kuat adalah perkembangan yang baik untuk kawasan," lanjut Hagel. Namun, belum diketahui kapan helikopter buatan Boeing ini akan dikirim ke Tanah Air. Seorang pejabat ke­amanan kepada kantor berita Reuters mengatakan, penjualan pertama Apache ke Indonesia ini adalah bentuk dukungan ke­amanan Amerika di kawasan.

Sikap AS ini merupakan per­tanda bagus. Pasalnya, Washing­ton membekukan hubungan mili­ter dan penjualan senjata ke Indo­nesia dipicu oleh keprihatinan atas dugaan pelanggaran HAM di era pemerintahan Soeharto. Kerja sama militer baru dipulihkan pada 2005. Alasan HAM juga melatari penolakan parlemen Belanda atas rencana penjualan tank ke Indonesia tahun lalu.

"Ini pertanda bagus. Ada dua hal penting yang bisa dilihat dari perkembangan kedatangan Menhan Hagel ke Indonesia. AS ber­arti sudah melakukan normali­sasi hubungan militer dengan Indonesia dan AS menilai peran Indonesia di kawasan. Khusus­nya dalam menjaga kestabilan di kawasan Laut China Selatan, sangat penting," terang penga­mat Internasional Hikmahanto Juwana, kemarin.

Selain itu, AS merasa Indone­sia bukan lagi negara pelanggar hukum dan HAM. "AS menilai Indonesia sebagai rekan sekaligus mediator dalam masalah Laut China Selatan," sambungnya.

AS mengumumkan pening­katan signifikan dalam pendana­an pendidikan dan pelatihan mi­liter di kawasan Asia Tenggara. Menurut Hagel, Pentagon menggelontorkan dana sebesar 90 juta dolar AS untuk program ini. Jumlah ini naik dua kali lipat jika di­bandingkan empat tahun lalu.

Keputusan ini muncul setelah Washington mengubah fokus strateginya ke kawasan Asia Pa­sifik. "Karena negara-negara di kawasan Asia Pasifik menunjuk­kan perkembangan signifikan dalam pembentukan dan penjagaan keamanan di kawasan,"tandas Hagel.

Penjualan Apache disepakati di tengah makin besarnya kekha­watiran Washington atas upaya China mengeluarkan klaim-klaim wilayah di Laut China Selatan. Namun, Hagel menyampaikan bahwa dia justru ingin meng­gandeng seluruh kekuatan besar di Asia untuk menjaga kestabilan di Asia Pasifik.

"Sangat menyenangkan kalau China dan India bisa bergabung dan menjaga perdamaian ber­sama. Saya benar-benar mengha­rapkan ini terjadi," harap Hagel.

Pada kesempatan itu, Purnomo mengingatkan, selama 20 tahun Indonesia tidak melakukan mo­dernisasi peralatan militer. Selama ini Indonesia terus fokus pada I   pengentasan masalah ekonomi.

"Sejak saat itu, Indonesia ber­upaya keras untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat dan perfor­ma ekonomi dan saat ini kondisi ekonomi kami sudah membaik. Jadi saat ini waktunya bagi kami untuk memodernisasi alutsista atau peralatan utama sistem per­senjataan. Setelah 15-20 tahun kami tidak pernah melakukan hal itu," jelasnya.

Purnomo melihat negara lain yang perekonomiannya mem­baik, segera melakukan moderenisasi alusista. Luasnya wilayah Indonesia, mengharuskan kita melakukan moderenisasi alusista tersebut.

"Kami tidak bisa melakukan moderenisasi dengan cepat. Kami hanya bisa melakukannya dengan bertahap," tutur Pumomo.

Kedatangan Apache ini di­anggap membantu militer Indo­nesia untuk menjaga wilayahnya yang luas.

Saat ini, China menunjukkan kekhawatiran mereka dengan ma­kin besarnya pengaruh AS di ka­wasan. Selain itu, Beijing punya beberapa masalah dengan sejum­lah negara terkait isu Laut China Selatan, yaitu dengan Filipina maupun Vietnam.

Kedatangan Hagel ke Jakarta merupakan bagian rangkaian kunjungannya ke negara-negara Asia Tenggara 24-30 Agutus . Se­belum ke Indonesia, Hagel me­ngunjungi Malaysia dan kini di Brunei Darussalam untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Pertahanan ASEAN dan ASEAN Plus, lalu diakhiri kunjungan ke Filipina pada 29-30 Agustus. (DAY), Sumber Koran: Rakyat Merdeka (28 Agustus 2013/Rabu, Hal. 10)