Kamis, 01 Agustus 2013

Pertamina Dicuekin Polisi, Akhirnya Lapor TNI AD Gara-gara Pencurian Minyak Mentah Ratusan Miliar



31 July 2013 | 13:03
Sahabat kompasioner, berita tentang pencurian minyak mentah milik Pertamina di daerah Sumatra Selatan, beberapa hari terakhir menghiasi bahasan beberapa media masa. Pencurian sepertinya dilakukan oleh masyarakat setempat dengan dikoordinasikan oleh sebuah sindikat besar dan dicurigai adanya keterlibatan aparat.

Bahkan menurut Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan pada Merdeka.com, 29 Juli 2013, Pertamina sudah secara resmi melaporkan kasus pencurian tersebut secara tertulis kepada presiden RI, dan Karen merasa kecewa atas penanganan Polri yang dianggap sangat lambat.

Pertamina seperti kehabisan akal dan daya, tingkat pencurian minyak mentah di daerah Sumatra Selatan sudah di luar batas kewajaran. Berbagai upaya kerjasama dengan instansi terkait di daerah Sumatra Selatan nampaknya tidak membawa hasil. Bahkan dari waktu ke waktu jumlah pencurian semakin besar dan pada akhirnya Direktur Utama Pertamina, memutuskan untuk menutup pemompaan minyak mentah dari Tampina di perbatasan Jambi ke Plaju Palembang sejak 24 Juli 2013 yang lalu.

Pertamina pun kemudian dikabarkan oleh media TVONE pada 30 Juli 2013 telah meminta bantuan Kepala Staf TNI Angkatan Darat untuk melakukan tindakan penertiban kegiatan pencurian minyak di daerah Musi Banyu Asin (Muba) yang merugikan Pertamina dalam jumlah cukup besar.

Modus Operandi Pencurian Minyak Mentah

Pelaksana Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumatra Bagian Selatan, Setia Budi pada tanggal 25 Juli 2013 pada Tempo.co mengatakan bahwa modus operandi pencurian minyak sangat sederhana. Para pencuri melakukan aksinya dengan cara melubangi pipa penyaluran minyak mentah Pertamina yang mengalirkan minyak mentah dari daerah Tampina di perbatasan Jambi, untuk disalurkan ke Plaju di Palembang, Sumatra Selatan. Jadi lokasi pencurian dapat terjadi antara Tampina sampai Plaju dan sampai sekarang belum dapat terdeteksi ada berapa tempat lokasi tempat pencurian minyak mentah tersebut.

Pipa penyaluran minyak sendiri keberadaannya ditanam dalam tanah dengan kedalaman antara satu sampai dengan satu setengah meter, sehingga seharusnya cukup aman dari upaya pencurian. Pipa yang telah dilubangi kemudian diberi kran dan minyak disalurkan ke bak penampung atau langsung dialirkan dalam truck tangki yang akan mengangkutnya ke pelabuhan di daerah Palembang.

Dari Palembang, minyak mentah tersebut untuk selanjutnya akan di jual kepada sindikat diluar negeri dan berdasarkan pengakuan dari beberapa pencuri minyak yang tertangkap oleh aparat kepolisian pada bulan Januari 2013, mereka menyatakan bahwa minyak tersebut akan dijual ke Korea Selatan.

Kegiatan pencurian minyak mentah ini menurut Budi tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan aparat keamanan setempat. Namun Budi tidak mau menyebutkan nama instansi yang diduga terlibat dalam kasus pencurian minyak mentah tersebut.

Sesuai laporan Tribunenews.com pada 10 Juli 2013, mengutip pemberitaan dari SKK Migas Sumbagsel, disampaikan bahwa jumlah minyak mentah yang dicuri dari Pertamina antara bulan Januari 2013 sampai dengan April 2013 adalah sebesar 116.853 barel minyak mentah, dan jumlah tersebut naik 21% bila dibanding pada periode yang sama tahun 2012.

Bila 1 barel kurang lebih sama dengan 159 liter, maka jumlah minyak mentah Pertamina yang dicuri tersebut setara dengan kurang lebih 18.579.627 liter. Kalau jumlah tersebut harus diangkut dengan mobil tangki minyak berkapasitas 5.000 liter, maka untuk mengangkut minyak curian tersebut diperlukan mobil tangki sebanyak 3.716 buah. Bila jumlah tersebut dilakukan dalam waktu 4 bulan atau 120 hari pencurian, maka dalam setiap harinya

diperlukan kurang lebih 31 mobil tangki. Jumlah yang sangat mudah untuk dideteksi keberadaannya, baik di jalan raya atau dipelabuhan Palembang.

Kalau harga minyak mentah per barel diposisikan sebesar USD 100 dan kurs per 1 USD adalah Rp 10 ribu, maka kerugian Pertamina dalam periode 4 bulan adalah kurang lebih sebesar Rp 116 Miliar atau kurang lebih Rp 348 Miliar per tahun. Jumlah pencurian yang luar biasa besar dan sangat fantastik. Kalau kegiatan pencurian sudah terjadi ber tahun-tahun yang lalu, dapat dihitung berapa triliun rupiah kerugian Pertamina sampai dengan saat ini.

Kemungkinan Keterlibatan Oknum TNI AD atau Satuan TNI AD

Sahabat kompasioner, menyimak pemberitaan dan penjelasan dari Pertamina sebagaimana di laporkan di atas, nampaknya upaya Pertamina untuk melakukan upaya pencegahan dan penertiban sudah mengalami jalan buntu. Lapor ke Kapolda Sumatra Selatan sudah, ke TNI setempat juga sudah dilakukan, kepada Kepala Polri RI (Kapolri) pun sudah dilakukan, namun ternyata tidak membawa hasil yang optimal, apalagi maksimal, menghentikan pencurian.

Akhirnya ditempuh jalan yang luar biasa, yaitu meminta bantuan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) untuk mengungkap kasus pencurian tersebut sekaligus mengamankan jalur minyak Pertamina, yang seharusnya lebih cocok diserahkan kepada aparat kepolisian. Nampaknya Pertamina sudah kehabisan akal, mau kemana lagi harus bertindak. Saya yakin Direksi Pertamina sudah melaporkan hal tersebut kepada Menteri BUMN ataupun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kedua menteri tersebut tentunya juga sudah berkoordinasi dengan Kapolri atau melapor ke atasannya, yaitu presiden atau wakil presiden.

Saya kurang tahu, apakah pendekatan kepada KSAD tersebut atas arahan presiden atau inisiatif pribadi direksi Pertamina. Nampaknya kasus pencurian minyak mentah di Sumatra Selatan ini sangat krusial, dan kemungkinan besar melibatkan oknum aparat kepolisian atau juga oknum aparat TNI AD sendiri. Pada keadaan demikian, aparat kepolisian di tingkat polres atau polda merasa tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya, karena kemungkinan adanya keterlibatan oknum aparat  kepolisian sendiri atau oknum TNI AD. Hal yang mungkin dikawatirkan adalah adanya kemungkinan keterlibatan kesatuan TNI AD tertentu yang cukup disegani, sebagaimana pernah terjadi pada kasus cebongan.

Bila keadaannya memang benar demikian, maka yang dapat menyelesaikan ya harus TNI AD sendiri, sehingga presiden pun meminta Pertamina untuk menyelesaikannya dengan TNI AD.

Kalau ternyata TNI AD juga tidak mampu menyelesaikan atau menghentikan kegiatan pencurian minyak mentah milik Pertamina ini, maka bisa saja Pertamina akan menghentikan pemompaan minyak dari Tampi ke Plaju untuk selamanya. Toh sumur minyak di Tampina yang saat ini di kilang adalah sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang sebetulnya sudah kurang produktif.

Namun kondisi ini tentunya akan menjadi berita yang aneh dan menggelikan karena ternyata semua aparat pemerintah tidak mampu mengatasi tindak pencurian di rumah sendiri, di dalam negeri yang kalau mau ditelisik sebetulnya sangat mudah mencegahnya. Kalau kita membaca kembali berita dan foto-foto di tempat kejadian pencurian minyak pada bulan

Januari 2013 yang lalu, nampak bahwa pelaksanaan kegiatan pencurian minyak mentah ini tidak dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi pada malam hari. Pencurian dilaksanakan secara terang benderang pada siang hari, atau mungkin sepanjang siang dan malam hari. Tidak hanya melibatkan satu atau sepuluh orang, tetapi sudah melibatkan puluhan atau mungkin ratusan orang.

Demikian juga dengan tata cara pengiriman minyak mentahnya, tidak sembunyi-sembunyi, tetapi menggunakan jalan raya menuju kota Palembang yang terbuka untuk umum. Jadi semuanya terang benderang, tidak ada yang ditutup-tutupi, semuanya terbuka lebar. Namun, ya itulah, pencurian yang memberikan nikmat kepada masyarakat, aparat dan kesatuan memang agak sulit diberantas, atau mungkin ada keengganan untuk memberantasnya, sehingga Pertamina cuma bisa geleng-geleng kepala sendiri, seperti mati langkah.

Kapan Indonesia Bebas Oknum

Sahabat kompasioner, kasus-kasus pencurian dalam skala besar atau tindak penyimpangan besar, seperti korupsi, illegal logging, illegal tapping, penyelundupan dan lainnya, nampaknya selalu melibatkan pihak aparat, atau tepatnya oknum aparat dan oknum wakil rakyat.

Beberapa waktu yang lalu di Papua telah ditangkap seorang oknum aparat kepolisian berpangkat perwira pertama yang ternyata telah menjadi otak tindak illegal logging dan juga penyelundupan minyak bersubsidi, sehingga ditengarai yang bersangkutan memiliki uang tabungan sampai triliunan rupiah.

Dalam tahun 2013 kita juga mengikuti persidangan seorang jendral polisi yang didakwa melakukan tindak korupsi dalam proses pengadaan alat uji atau stimulator untuk pengambilan surat ijin mengemudi (SIM) sehingga negara dirugikan ratusan miliar.

Beberapa tahun yang lalu, juga banyak ditengarai beberapa oknum kepolisian berpangkat jendral memiliki rekening gendut sampai berpuluh-puluh miliar dan sebagian diantaranya dicurigai karena membackingi tindakan illegal logging.

Dan yang sangat menyedihkan dan mengecewakan adalah ditetapkannya puluhan atau mungkin jumlahnya telah mencapai ratusan pimpinan daerah, mulai dari gubernur, bupati atau walikota serta beberapa anggota parlemen RI sebagai terdakwa kasus korupsi. Jumlah korupsinya mulai dari puluhan miliar sampai mencapai ratusan  miliar dengan berbagai modus operandi. Sebagian dari mereka sudah ditahan dan sebagian lagi sudah diputus oleh pengadilan dan dinyatakan bersalah, sehingga harus meringkuk di penjara.

Yang lebih mengenaskan adalah banyaknya oknum yang bersinggungan dengan masalah hukum sendiri, yang seharusnya bertugas menegakkan hukum yaitu jaksa, hakim dan bahkan hakim agung juga tersangkut dengan tindak pidana, yaitu menerima suap dari pihak-pihak yang berperkara

Kapan Indonesia akan bersih dari tindakan oknum yang mencoreng keadilan dan melukai hati rakyat? Apakah karena moral aparat yang memang kurang baik atau sistemnya yang kurang bagus sehingga harus dibenahi?

Sepertinya, untuk kasus di Indonesia, walaupun sistimnya akan dibenahi, aparat atau wakil rakyatnya juga diganti, tindakan para oknum aparat atau oknum wakil rakyat ini akan terus berjalan, selama hukum belum menjadi panglima di negeri tercinta ini.

Sahabat kompasioner, Semoga saja di tahun 2014 mampu muncul pemimpin baru yang mau dan mampu membawa negara Indonesia lebih adil, lebih damai, lebih makmur, dengan selalu mengedepankan hukum dalam semua gerak langkahnya. Salam damai……… Sumber: www.kompasiana.com