Kamis, 22 Agustus 2013

Sidang Kasus Cebongan, Hakim dan Oditur Kehilangan Nyali



Wed, 21/08/2013 - 07:49 WIB


YOGYAKARTA - Persidangan kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan  Kelas II B Sleman, Yogyakarta, dinilai tidak obyektif karena hakim, oditur dan para saksi kehilangan nyali. Akibatnya, proses persidangan seperti keterangan saksi menjadi tidak optimal bahkan berubah-ubah.

"Wawasan dan analisis hukum oditur dalam mencermati kasus perkaranya menjadi sempit dan terkendala. Juga nalar dan keputusan peradilan hukum oleh majelis hakim akan menjadi tidak nalar, kurang benar dan unfair," kata Inspektur Jenderal (Purnawirawan) Profesor Teguh Soedarsono, Penanggungjawab Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Selasa, 20 Agustus 2013.

Dia mengira peradilan hukum kasus pembunuhan empat tahanan sulit untuk obyektif. Teguh juga mempertanyakan pengamanan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Sebab, pada kenyataannya para pendukung terdakwa dari anggota Kopassus penyerang LP Cebongan bertindak semaunya.

Teguh mencontohkan adanya pendukung terdakwa yang mengintimidasi pemantau peradilan bahkan menutup gerbang pengadilan untuk memaksa oditur memberikan pernyataan. Itu terjadi pada Senin, 19 Agustus usai sidang pembacaan replik oleh oditur Letnan Kolonel Budiharto.
"Ke mana itu keamanan dan kenyamanan di peradilan oditur dan hakim saja takut apalagi para saksi," kata Teguh.

Dia menilai, bahkan para oditur militer dalam proses peradilan hukum secara faktual tidak berkehendak untuk memanfaatkan aktivitas, dukungan, dan produktivitas kerja LPSK, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta dan Tim Psikologi. Mereka berupaya  membantu dan menghadirkan serta menyiapkan kesiapan para saksi untuk memberikan keterangan di peradilan. Khususnya dalam peran dan kapasitasnya sebagai penegak hukum di proses peradilan hukum tersebut.

Teguh heran dengan kondisi ini. Dia menduga ini kondisi ketidakseimbangan hirarki kepangkatan dari para unsur penegak hukum yang bertugas dalam proses peradilan hukumtersebut. Atau memang skenario yang ditata sedemikian rupa. Padahal proses hukum dalam peradilan itu selalu dimonitori oleh unsur pejabat dari Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Babinkum TNI. Sumber : www.rimanews.com