Senin, 07 Oktober 2013

Korupsi Menjadi Trauma bagi TNI



Jakarta,   Institusi TNI berkomitmen untuk melaksana­kan gerakan anti korupsi di dalam dirinya.Pe­ngawasan internal TNI saat ini jauh lebih baik dibandingkan 10-15 tahun yang lalu.

Demikian dinyatakan pe­ngamat pertahanan dan ke­amanan dari Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi, Phd kepada Harian Pelita, Minggu (6/10). Menurut Muradi, para pejabat TNI saat ini sangat ta­kut melakukan korupsi.

"Situasi internal TNI lebih baik saat ini.TNI sangat berha­ti-hati dengan anggaran.TNI su­dah berkomitmen untuk melak­sanakan gerakan anti korupsi dan membersihkan TNI dari pe­nyelewengan dan pelanggaran," ujar Muradi.

TNI sangat serius membe­rantas korupsi di dirinya sen­diri.Upaya ini terus dilakukan secara bertahap dan hati-hati.Upaya TNI memberantas korup­si dilaksanakan secara kontinu.

Saat ini korupsi di tubuh TNI dapat diminimalisasi. TNI tidak seperti 10-15 tahun yang lalu di mana pejabat TNI sangat bebas menggunakan dana TNI. "TNI lebih sadar bahwa korupsi di tu­buhnya bisa merusak kredibili­tas lembaga itu," katanya.

Menurut Muradi, keberanian elit TNI untuk mengungkapkan kasus Letjend TNI (pura) Djaja Suparman seputar korupsi pengadaan tanah di Kodam V/Brawijaya merupakan keberani­an tersendiri. "Para pejabat TNI mulai berani melawan tindak korupsi di tubuhnya," katanya.

Pengungkapan kasus Djaja merupakan sebuah pesan kepa­da publik bahwa TNI tidak akanlagi mentoleransi korupsi di tubuhya. TNI, lanjut Muradi, su­dah berubah walaupun belum sampai 100 persen."TNI tidak lagi berani melakukan korup­si seperti dulu lagi," kata dosen Universitas Padjadjaran, Ban­dung ini.

TNI sudah melakukan MoU dengan KPK untuk mengusut korupsi di tubuh TNI.Namun KPK tidak usah bersusah-susah untuk mengusut korupsi di tubuh TNI, karena mekanisme in­ternal TNI sudah berjalan cu­kup baik.

Keseriusan TNI diwujudkan dengan pembenahan internal.TNI sangat berhati-hati dengan anggaran."Ada empat hal yang kini terjadi di tubuh TNI," kat­anya.Pertama, remunerasi atau penggajian di tubuh TNI mu­lai membaik.Seorang bintara dapat mengantongi Rp3-6 juta setiap bulannya.

"Hal ini turut mengurangi upa­ya korupsi di tubuh TNI," kata­nya.Kedua, di tubuh TNI sudah ada model pengawasan berlapis.Pengawasan berlapis ini mem­buat tindak korupsi dapat di­kurangi.Prajurit TNI mulai enggan melakukan korupsi.

Ketiga, TNI sadar dua hal yang membelenggu mereka di masalalu seperti korupsi dan pelang­garan HAM."Dua hal ini sem­pat membayangi TNI," katanya.

Keempat, TNI mendapat apa yang seharusnya menjadi hak mereka seperti alat utama sistem persenjataan. Alokasi anggaran untuk alutsista yang demikian besar membuat TNI ti­dak lagi berpikir untuk korupsi.

Menurut Muradi, TNI kini ti­dak lagi berbisnis dan hal ini menjadikan TNI tidak lagi bisa melakukan korupsi. Bisnis TNI kini sudah diambil pemerintah.KPK sendiri tidak bisa begitu saja melakukan pengusutan ko­rupsi di tubuh TNI.

KPK tidak bisa semena-mena mengusut korupsi di tubuh TNI.Walaupun sudah ada MoU, KPK harus menghormati keberadaan institusi TNI.(han), Sumber Koran: Pelita (07 Oktober 2013/Senin, Hal. 03)