Kamis, 02 Januari 2014

Gangguan Keamanan 2014 Akan Meningkat

JAKARTA - Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) memperkirakan potensi gangguan keamanan terkait politik pada 2014 akan meningkat.

Sekertaris Menkopolhukam, Langgeng Sulistiyono mengungkapkan, angka gangguan keamanan pada 2013 menurun dibanding tahun sebelumnya. Tercatat gangguan keamanan pada 2012 sebanyak 358.635 kasus, dengan rincian kejahatan transnasional 17.940 kasus, kejahatan terhadap kekayaan negara 4.375 kasus, dan kejahatan berimplikasi konflik 695 kasus. Tahun 2013, jumlah total gangguan keamanan 259.916 kasus, terdiri atas kejahatan konvensional 241.1338 kasus, kejahatan transnasional 15.129 kasus, kejahatan terhadap kekayaan negara 3.397 kasus), serta yang berimplikasi konflik 252 kasus.

Langgeng menjelaskan, turunnya gangguan keamanan tak lepas dari efektifnya implementasi Instruksi Presiden (Inpres) No 2/2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri yang kemudian dijabarkan terbitnya Kep Menkopolhukam Nomor 27/2013. tentang Pembentukan Desk PGKDN Tahun 2013. Desk tersebut terbagi menjadi empat sub, subdesk lahan/SDA, SARA, politik, dan batas wilayah, serta subdesk industrial.

Lebih jauh Langgeng menyebutkan, dalam menangani konflik selain melakukan langkah penghentian secara cepat, tepat, dan proporsional, tim terpadu mengungkap akar masalah tanpa tindakan represif. Langkah lainnya adalah sistem pengendalian dengan menyusun rencana aksi selama setahun, termasuk me¬mulihkan kondisi pasca konflik. "Penyelesaian dilakukan dengan pengungkapan akar dan pemulihan pasca konflik.

Setelah hampir satu tahun, Inpres No 2/2013 ini mampu menurunkan konflik," katanya di Jakarta. Senin (30/12). Presiden setuju agar inpres dilanjutkan 2014 dan berharap tidak ada korban.

Langgeng menambahkan, konflik terbesar terkait masalah lahan dengan jumlah 23 kasus. Terkait masalah SARA terjadi lima kali konflik. "Masih ada kemungkinan muncul pada 2014 konflik batas wilayah. Adanya otda menimbulkan konflik batas, apalagi ada sumber daya alam. Sulit menarik garis batas dan konflik industrial," Langeng memaparkan.

Hal lajn yang menjadi perhatian serius adalah upaya politisasi masalah untuk mobilisasi massa, termasuk mengeksploitasi unsur SARA. "Potensi mobilisasi massa ada. Berbagai masalah bisa dipolitisasi, misalnya sebuah isu tentang sebuah kelompok tertentu agar mereka terpilih. Ini dikhawatirkan rentan terjadi, makanya kita hindari," kata Langgeng. Salah satu upaya mengantisipasi potensi kerawanan itu dengan mene¬gakkan aturan berlaku.

Dirjen Kesbangpol Kemendagri, Tanri bali Lamo, mengatakan, penanganan konflik harus melibatkan semua tokoh masyarakat. Semua kepala daerah berkewajiban menciptakan ketentraman umum di wilayahnya.

Kemenkopolhukam menganalisis sejumlah kendala masih dihadapi dalam penanganan konflik. Masalah itu, di antaranya kurangnya perhatian kepala daerah dalam mendukung pelaksanaan rencana aksi. Rencana aksi juga tidak dapat dilaksanakan karena belum didukung APBN dan APBD 2013. Di samping itu masih tampak ada ego sektoral Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam melaksanakan dan mendulang pelaksanaannya. (M Bachtiar Nur), Sumber Koran: Sinar Harapan (31 Desember 2013/Selasa, Hal. 02)